HATI SEORANG HAMBA (Filipi 2:1-11)




Panggilan menjadi hamba bukan hal yang mudah di tengah lingkungan yang penuh dengan egoisme. Ada yang mengatakan ciri orang egois adalah:
1.      Hanya dapat melihat dari sudut pandangnya; tidak dapat melihat dari sudut pandang orang lain, apalagi merasakan apa yang orang lain rasakan. Jadi, tidak mudah untuk berdiskusi dengannya karena ia akan berusaha keras agar kita menuruti pendapatnya.
2.      Hanya memikirkan kepentingan pribadinya; jadi, apa yang dikerjakannya selalu untuk kepentingan pribadi, bukan murni untuk kepentingan orang lain. Ia tidak mengenal makna pengorbanan dan ketulusan; semua hal diperhitungkan berdasarkan untung-ruginya.
sumber: google.com
Pertanyaan mendasar bagi kita adalah Mengapa kita harus menjadi hamba bagi sesama? Dalam bacaan kita ada paling tidak ada dua alasan mengapa kita harus menjadi hamba.  Pertama karena status kita adalah hamba Kristus untuk melayani sesama.
Kalau berbicara mengenai status, ada suatu frasa yang sangat penting yaitu yang sering diulang-ulang oleh Paulus yaitu en Christo yang diterjemahkan ”dalam Kristus” di ayat 1. Sebagai orang-orang yang ada di dalam Kristus, kita bukan hanya mendapatkan insentif atau berkat, seperti kekuatan dan penghiburan dari Tuhan, bukan hanya bersekutu dalam Roh dan mengalami kasih mesra dan belas kasihan, tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk sehati sepikir, mementingkan kepentingan orang lain dan menjadi hamba atau pelayan sesama.  Paulus jelas mengatakan sukacitanya belumlah sempurna jikalau jemaat Filipi belum menjadi hamba bagi sesamanya di dalam Kristus.
Status hamba Kristus untuk melayani sesama manusia sangat berbeda dengan menjadi hamba manusia. Hamba Tuhan untuk melayani sesama manusia tidak sama dengan menjadi hamba manusia. Di mana letak perbedaannya? Perbedaannya terletak pada pikiran dan perasaan siapa yang memenuhi sang hamba.  Pada ayat 5 dikatakan, “hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.”  Jika pikiran dan perasaan Kristus memenuhi kita maka kita adalah hamba Kristus yang dipanggil untuk melayani sesama.  Tetapi jika pikiran kita dipenuhi oleh pikiran dan perasaan manusia maka kita adalah hamba manusia. 
Ini membuat kita memahami maksud tulisan Paulus yang paradoks di 1Kor. 7:23 dan 1Kor 9:19. Pada 1Kor 7:23, Paulus mengatakan, “Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia.” Tetapi di 1Kor. 9:19 Paulus mengatakan “sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.”  Ketika Paulus menempatkan dirinya menjadi hamba semua orang, ia memiliki pikiran Kristus untuk menjangkau banyak orang bagi Kristus.


Alasan kedua mengapa kita harus menjadi hamba bagi sesama adalah karena Kristus memberi teladan kehidupan yang menghamba kepada kita.
 Kristus sendiri telah manjadi hamba karena itu kita juga harus mengikuti teladan Kristus. Kalau memperhatikan ayat 5-7, Yesus bukan hanya menjadi hamba seperti manusia, bahkan lebih rendah daripada hamba karena Ia mati disalib, kematian yang paling terkutuk dalam budaya pada masa itu. Yesus menjadi manusia saja sudah merupakan perendahan diri yang luar biasa, apalagi jika Ia mati terkutuk karena manusia. Yesus menjadi hambanya hamba.
             Salah tokoh dunia yang perlu diteladani kerendahan hatinya adalah Gandhi. Gandhi sebenarnya pengagum Yesus.  Gandhi mengatakan bahwa seandainya Kekristenan benar-benar serupa dengan Yesus, maka ia akan menjadi Kristen.  Gandhi punya pengalaman pahit dengan orang-orang Kristen.  Ia pernah ditolak oleh gereja karena masalah rasial.  Meski demikian Gandhi sangat menghormati Yesus dan mengikuti teladanNya, ia tidak ingin menjadi orang Kristen.  Ia menganggap orang Kristen tidak mengikuti teladan Yesus.   
            Gandhi adalah tokoh sangat inspiratif di India.  Ia diberi gelar “mahatma” karena pengaruhnya yang luar biasa di India. ‘mahatma’ artinya berjiwa besar. Ia adalah tokoh pejuang anti kekerasan dan berperan penting dalam menghapuskan sistem kasta yang sangat buruk di India.
            Di India, ada suatu kasta yang sangat rendah disebut kasta paria.  Kasta paria dianggap kasta yang terkutuk.  Pekerjaan mereka tidak lebih dari penyapu jalan dan pengumpul sampah pada waktu itu.  Orang-orang India sangat menjauhi kasta ini dan tak ada yang mau berinteraksi dengan mereka. Bahkan jikalau mereka terkena bayangan orang kasta paria, mereka harus melalui serangkaian penyucian supaya tahir.
            Gandhi sangat sedih dengan kenyataan ini.  Ia meninggalkan pekerjaannya sebagai lawyer di Afsel dan datang ke India.  Ketika sampai di India, ia memilih tinggal bersama kasta paria bahkan setiap hari ia bekerja untuk kasta ini.  Tercatat bahwa ia bahkan membersihkan kakus atau toilet orang kasta paria.  Ia merendahkan dirinya sedemikian rupa dan mengilhami orang-orang India untuk menghapuskan sistem kasta yang biadab itu.
            Ia bukan orang Kristen, hanya pengagum Kristus.  Tetapi bisakah kita yang pengikut Kristus ini melakukan hal yang sama bahkan lebih? Kita dipanggil untuk menjadi hamba Kristus yang melayani sesama dan mengikuti teladan Kristus.

bagaimanakah menjadi hamba bagi sesama?
            Menjadi hamba apakah berarti mengambil profesi sebagai pembantu RT? Menjadi cleaning servis? Atau bagaimana? Bagaimana seorang ayah yang menjadi hamba bagi anaknya? Suami menjadi hamba bagi isterinya? Pendeta dan Majelis menjadi hamba bagi gereja? Bagaimana?
            Dalam bacaan kita ada dua kata Yunani yang mempunyai implikasi yang bertolak belakang.  Pertama kata eritheian yang diterjemahkan sebagai “kepentingan sendiri”  di ayat 3.  Eritheian berasal dari kata Yunani erithos yang berarti ‘buruh harian.’ Dan kata kedua adalah doulos yang diterjemahkan “hamba atau budak” di ayat 7.   Kalau buruh harian bekerja untuk dapat upah diakhir pekerjaannya, sedangkan hamba tidak diberi upah.  Buruh harian punya hak, tetapi hamba tidak punya hak.                  
            Inilah yang Kristus rindukan kita miliki.  Hati hamba bukan hati buruh harian.  Buruh harian bekerja karena ada kepentingannya sendiri yang ia cari.  Ia pada dasarnya bekerja untuk kepentingannya sendiri. Kalau ia tidak mendapatkan haknya, ia akan marah dan protes.  Hamba berbeda 180 derajad. Seorang hamba bekerja bukan supaya ia mendapatkan upah, tetapi karena ia adalah milik Tuannya. Hidupnya ada di tangan tuannya dan mengabdi hanya untuk tuannya.   
            Dalam budaya kuno Toraja dikenal juga sistem tuan budak. Kalau seseorang meninggal, dipercaya sistem ini tetap berlaku. Kalau umumnya orang toraja meninggal biasanya disembelih hewan, biasanya kerbau. Semakin tinggi strata sosial orang Toraja semakin banyak hewan yang dikurbankan.  Hewan yang mati ini dipercaya menjadi “bekal” bagi orang yang meninggal tersebut. Yang mengerikannya, pada strata sosial paling tinggi di masyarakat kuno Toraja, yang biasanya diduduki oleh para kesatria atau pahlawan Toraja, ketika mereka maniggal dunia, budak atau hamba mereka juga ikut dikurbankan ketika tuannya mati.  Karena menurut kepercayaan kuno Toraja, budak ini juga melayani tuannya setelah kematian.  Tapi nggak usah kuatir sekarang sudah tidak ada.  Itu sangat langka.  Ada dugaan salah satu pahlawan Toraja Pong Tiku, ketika meninggal, hambanya ikut dibunuh.  Itu hanya dugaan.  Tetapi budaya itu tercatat dalam ritual kuno Toraja.
            Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau melihat kehidupan Kristus selama menghambakan diri di dunia.  Konsep tuan dan hamba melekat kuat dalam diriNya. Ia adalah hamba Allah yang dipilih untuk melayani manusia.  Kesadaran ini membuatNya tetap setia di dalam menghadapi  penderitaan dan kematian.  Ia mengabdi sepenuhnya kepada Allah.
            Kalau kita berpikir sejenak apakah ada motivasi dibalik perhambaan diri Kristus? Apa alasan Yesus mau datang ke dunia, menderita, mati untuk manusia? Apakah Dia mencari “nama di atas segala nama,” apakah ia mencari kemuliaan, apa yang Kristus dapatkan dengan tindakanNya itu? Ia telah memiliki segalaNya.  Ia tidak kekurangan apa pun.  Ia sempurna dan tidak membutuhkan atau bergantung pada apa pun. Ia melakukan semuanya karena itu kehendak BapaNya. Ia bukan berharap sesuatu dari kita, tetapi justru Ia memberi kepada kita dengan tidak terbatas.
             
Menjadi hamba berarti melayani dengan tulus, tanpa mengharapkan balasan apa pun.  Menjadi hamba berarti memberi, memberi dan memberi.  Seorang ayah atau suami yang menjadi hamba bagi anak dan isterinya berarti melayani tanpa menuntut balasan apa pun.  Melayani karena itu kehendak Allah. Jika kita mulai sering marah atau protes di rumah, coba selidiki mungkin kita tidak menjadi hamba bagi keluarga kita lagi, tetapi menjadi buruh harian yang menuntut haknya dipenuhi.
Bukan hanya di rumah kita dipanggil menjadi hamba, tetapi juga di gereja. Apakah semua orang yang terlibat pelayanan di gereja semua memiliki mati hamba? Belum tentu.  Ada yang melayani karena di rumah tidak ada kegiatan atau untuk mengisi kekosongan. Begitu ada kegiatan lainnya, pelayanan di gereja begitu mudah digantikan dan ditinggalkan.  Banyak pendeta yang berpindah-pindah ladang pelayanan karena tidak mendapat tunjangan yang memadai, siapa yang salah?               
Tidak sedikit gereja yang dikelola dengan prinsip bisnis.  Tidak melayani jemaat yang tidak memberi keuntungan bagi gereja. Tidak sedikit juga jemaat yang menjadikan gereja sebagai tempat hiburan.  Kalau tidak menghibur atau mengecewakan pelayanannya, maka gereja ditinggalkan. Sekali lagi saudara, kalau kita sudah terlalu banyak protes dan menuntut, mari dengan rendah hati kita evaluasi diri, mungkin kita sudah jadi buruh harian bukan lagi hamba?

Pertanyaannya, mungkinkah kita menjadi hamba bagi sesama kita? Mungkin.  Ketika kita menyadari status kita sebagai hamba Allah yang dipanggil melayani sesama.  Itu mungkin ketika kita menyadari bahwa Kristus telah memberi teladan itu.  Menjadi hamba bagi sesama mungkin jika kita melayani tanpa pamrih dan motif untuk kepentingan diri melainkan semata-mata kepentingan Kristus, Tuan kita.

download powerpoint disini


Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: