PEMURIDAN SEDERHANA (Matius 28:19-20)

Salah satu problem yang membuat bangsa ini sulit move on atau bangkit dari berbagai keterpurukan adalah mentalitas pejabat publik. Salah satu motto terkenal yang sering dikaikan dengan pejabat publik adalah motto “Kalo Bisa di Persulit Kenapa Harus di Permudah.” Dalam uu no 25 tahun 2009 khususnya pasal 4 dinyatakan bahwa asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.
                Berkaitan dengan pelayanan publik tersebut, salah satu terobosan yang diperjuangkan Jokowi, ketika masih menjabat gubernur DKI Jakarta adalah pembuatan KTP yang harus selesai dalam sehari. Beliau beberapa kali melakukan kunjungan mendadak untuk memastikan pelayanan tersebut sesuai harapannya. Hasil sidaknya bisa kita ketahui dari pemberitaan di berbagai media. Ada ada saja ditemukan kinerjanya lambat, sulit, tidak tepat waktu dan lain lain. Itulah Mentalitas “Kalo bisa di persulit kenapa harus di permudah.”
                 
Kali ini tema kita adalah pemuridan sederhana. Pemuridan itu simple, sederhana, mudah semoga tidak dipersulit, diperumit dalam pelaksanaannya.

INTI PEMURIDAN: mengajarkan apa yang telah didengar

Pemuridan merupakan ujung tombak Kekristenan. Gereja Indonesia saat ini berlomba-lomba menggarap pemuridan. Sebutan bagi gerakan pemuridan terus menjamur. Mulai dari KTB (kelompok tumbuh bersama), KK (kelompok kecil), cell group, peer group, Mentoring, dll. Berbagai buku penuntun terus menerus ditulis: Pembinaan Dasar, Berakar, Life Expedition, dll. Rumusan, strategi, panduan, kurikulum dibuat untuk menunjang pelaksanaan pemuridan tersebut. Hal ini semua baik untuk dikerjakan.
Namun, kekuatiran saya muncul karena pelaksanaan pemuridan yang demikian bisa membuat pemuridan nampak semakin teknis, terstruktur, kompleks/rumit dan membutuhkan tools pendukung tertentu. Pelaksanaan pemuridan yang demikian pada saat tertentu akan membahayakan pemuridan itu sendiri.
Pemuridan yang bersifat teknis dan terstruktur bisa berbahaya jika terlalu terpaku pada petunjuk teknis dan struktur yang dirumuskan. Contohnya, jika ada yang ingin menjadi murid harus daftar dulu, mengikuti proses dan jenjang kelompok pemuridan. Seorang pemurid atau orang yang ingin memuridkan orang lain haruslah terdata, melewati proses dan seleksi tertentu, dll. Jika pemuridan terpaku pada hal teknis dan struktur, maka pemuridan nampak ribet dan terlalu kaku.
Pemuridan akan menjadi kompleks dan rumit tatkala pemuridan terlalu terpaku pada penerapan kurikulum dan penggunaan tools tertentu. Contohnya, harus pakai buku tertentu, penggunaan buku pun mengikuti urutan tertentu. Pemurid harus lulus/selesai buku tertentu baru bisa memimpin kelompok atau komunitas pemuridan yang ada. Wahh.. wah.. pemuridan yang demikian nampak kehilangan rohnya.
Jika sudah seperti ini, pemuridan yang sederhana tersebut menjadi sangat kompleks, Pemuridan yang mudah telah dibuat menjadi sulit. Jika melihat konsep pemuridan yang kompleks dan sulit demikian, gimana mau melaksanakannya?
Hari ini saya ingin mengajak kita merenungkan kembali inti pemuridan, yang sebenarnya sederhana dan tidak sulit. Mari kita melihat dua bagian Matius 28:19-20 dan 2 Tim. 2:2. Apa inti pemuridan dari dua bagian ayat ini? Inti pemuridan adalah mengajarkan kebenaran yang telah dipelajari sebelumnya. Inti Pemuridan adalah belajar kemudian mengajarkan kebenaran, Inti pemuridan adalah menerima kemudian membagikan kebenaran.
Pemuridan berarti pertama, belajar kebenaran Firman Tuhan: entah melalui khotbah, baca Alkitab, dengar di radio, nonton di TV, baca renungan harian, artikel di Internet dll. Proses belajar ini mencakup menemukan kebenaran itu, merenungkan kebenaran itu, melakukan kebenaran itu.
Kedua,  mengajarkan kebenaran firman Tuhan: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja, dengan cara apa saja. Bukan berarti menghalalkan segala cara. Proses mengajar ini menolong seseorang untuk menemukan kebenaran, menolong merenungkan kebenaran tersebut dan  menolong melakukan kebenaran tersebut.
ITU Saja INTI PEMURIDAN: sederhana – tidak ribet – mudah. Ayo terlibat dalam proses pemuridan!

ILUSTRASI PROSES PEMURIDAN SEDERHANA
               
Pemuridan itu sederhana: belajar firman Tuhan dan mengajarkannya kepada orang lain. Pemuridan sederhana itu seperti seorang oma yang datang ke gereja pada suatu minggu, dan ia mendengarkan firman yang dikhotbahkan oleh pendeta yang melayani hari itu. Oma itu mendengar bahwa Allah menghendaki orang percaya mengampuni sesamanya seperti Allah mengampuninya. Oma itu merenungkan selama beberapa hari makna firman itu. Oma itu tahu bahwa ia harus mengampuni saudara kandungnya yang pernah menyakiti hatinya. Kamis malam oma itu berdoa dan menyatakan kepada Allah bahwa ia mau mengampuni saudara kandungnya itu.. Hari sabtunya Oma lagi duduk ngobrol dengan tetangga. Tetangganya menceritakan bagaimana ia ditinggalkan oleh suaminya selama bertahun tahun tanpa kabar. Oma membagikan pengalamannya disakiti dan memutuskan mengampuni saudaranya seperti yang dinyatakan firman Tuhan. Oma selama beberapa hari mendoakan, menghibur dan mendorong tetangganya untuk mengampuni sang suami.
Inilah proses pemuridan yang sederhana itu. Proses belajar dan mengajarkan kebenaran. Ayo terlibat dalam proses pemuridan!

Pemuridan Perdana: Pemuridan dalam Keluarga
               
Model pemuridan mengalami perkembangan dalam sejarahnya. Ada orang menyangka pemuridan dimulai pada zaman Yesus. Tetapi sebenarnya, pemuridan memiliki akar kuat dalam tradisi Israel, jauh sebelum Yesus memanggil kedua belas murid. Bahkan sesungguhnya perintah pemuridan telah ada sejak penciptaan manusia pertama.
                Dalam Ulangan 6:6-7, “... Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang ...” Ini perintah pemuridan yang jauh telah ada sebelum Yesus mengumpulkan murid-muridNya. Musa memerintahkan bangsa Israel untuk terlibat dalam proses pemuridan. Musa memerintahkan para orangtua untuk mengajarkan anak-anak mereka Firman Tuhan yang telah mereka dengar dari Musa.
                Dalam Kej. 1:28 dinyatakan, “Beranakcuculah dan bertambah banyak …” apa sebenarnya yang Allah inginkan melalui perintah ini? Apakah Allah sekedar ingin agar manusia melahirkan anak-anak sehingga manusia bertambah banyak di bumi? Tentu tidak. Jika Allah menginginkan agar manusia sekedar bertambah, Mengapa Allah mengirimkan air bah yang memusnahkan semua manusia kecuali 8 orang (keluarga Nuh)? Allah ingin anak cucu yang lahir adalah anak cucu yang serupa dengan gambar Allah. Allah ingin yang bertambah banyak adalah orang-orang yang mau belajar dan taat pada firman Tuhan.
                Perintah untuk ‘beranakcucu dan bertambah banyak’ adalah perintah untuk melipatgandakan orang yang mau belajar dan taat pada firman Tuhan. Inilah perintah pemuridan pertama, yang dinyatakan kepada manusia pertama. Beranakcucu dan bertambah banyak sama dengan perintah untuk membuat murid.
Keluarga dirancang Allah mengerjakan pemuridan yang berkelanjutan. Orangtua belajar firman Allah lalu kemudian mengajarkan firman itu kepada anak-anaknya. Anak-anaknya yang sudah belajar Firman Tuhan meneruskankan kepada cucunya. Demikianlah perintah beranakcucu dan bertambah banyak.

Aplikasi
                Pemuridan itu sederhana: belajar firman Tuhan dan ajarkan firman itu kepada keluargamu.

·         Apakah sudah terlambat? Tidak ada kata terlambat bagi pemuridan. Selama masih ada kesempatan, mari kita belajar Firman TUhan dan mengajarkannya kepada siapa saja, terutama Keluarga – anak,cucu. Proses belajar penting untuk bisa mengajarkan. Berhenti belajar membuat berhenti mengajar.
·         Sangat disayangkan banyak orangtua yang mengabaikan memuridkan anaknya. Orangtua kadang lebih kuatir anaknya nggak bisa hitung, ketimbang tidak mengenal firman. Banyak orangtua yang memanjakan anak dengan uang dan kemewahan (yang kita tahu tidak kekal) sementara kerohanian/jiwanya (yang sifatnya kekal) dibiarkan terlunta-lunta.
·         Orangtua kadang enggan belajar firman dan menyerahkan pemuridan kepada gereja. Ini orangtua yang tidak paham pemuridan. Panggilan pemuridan perdana adalah dalam keluarga. Orangtua yang demikian kadang berdalih, saya tidak menguasai firman Tuhan. Memangnya siapa yang menguasai firman TUhan? Ini merupakan dalih kemalasan belajar firman.
·         Gereja juga perlu terus memikirkan bagaimana mendukung keluarga sehingga dapat menjalankan panggilan pemuridan dengan baik. Gereja seharusnya bukan hanya memikirkan bagaimana menyampaikan firman ke jemaat, tetapi juga perlu memikirkan bagaimana menolong jemaat/orangtua untuk memuridkan anak-anaknya.
·         Gereja boleh saja merencanakan program pemuridan dengan baik, namun jangan sampai kehilangan roh dari pemuridan itu sendiri. Gereja jangan sampai membuat pemuridan yang gampang menjadi sulit.

Semoga firman Tuhan hari ini mengingatkan kita kembali akan inti dari pemuridan dan tergerak untuk memuridkan keluarga kita sendiri.


Download powerpoint disini

Persahabatan Inklusif dengan Tuhan - Yohanes 15: 12-14


Dua orang yang bersahabat memiliki relasi yang eksklusif satu dengan yang lain, ada perbedaan relasi diantara mereka dengan relasi dengan orang lain. Mereka saling mengasihi, saling menjada, saling peduli dan tidak saling mengkhianati.

Dalam bagian Alkitab yang kita baca, dinyatakan tentang persahabatan dengan Yesus, yang jikalau kita teliti membacanya, akan terlihat bahwa persahabatan dengan Yesus bukanlah relasi yang eksklusif..

Persahabatan dengan Yesus beda dengan persahabatan umumnya.

Perhatikan ayat 12-14, disana dinyatakan “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” Apa perintah itu? Ayat 12: Perintah itu adalah mengasihi sesama seperti Yesus mengasihi mereka. Bagaimana Yesus mengasihi mereka? Ayat 13: Dengan mengorbankan nyawa

Jika bagian ayat-ayat ini kita rangkai dengan kalimat bebas untuk menjelaskan tentang seseorang yang Yesus anggap sebagai sahabat, maka kira kira kalimatnya menjadi demikian:
-          Sahabat Yesus adalah murid yang mengasihi murid yang lain, bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk mewujudkan kasih itu. Bukannya: Sahabat Yesus adalah murid yang mengasihi Yesus dan rela berkorban untuk Yesus.
-          Persahabatan dengan Yesus dibentuk dari kasih yang berkorban bagi sesama. Bukannya: persahabatan dengan Yesus dibentuk dari kasih yang berkorban bagi Yesus.

Pertanyaan yang menarik adalah:
-          mengapa di bagian ini Yesus membuat suatu kualifikasi persahabatan yang nampak berbeda?
-          Mengapa persahabatan dengan Yesus, di bagian ini, tidak dibentuk dari kasih murid kepada Yesus, kerelaan murid menyerahkan nyawa demi Yesus? Mengapa justru bagi orang lain?
-          Mengapa kasih kepada sesama harus menjadi hal yang utama bagi seorang yang ingin menjadi sahabat Yesus?

JAWABANnya adalah persahabatan dengan Yesus adalah persahabatan yang inklusif: Persahabatan yang tidak terpisah dengan orang lain, melainkan melibatkan orang lain.

-          Jika dua orang atau lebih bersahabat, mereka saling mengenal satu dengan yang lain, peduli satu dengan yang lain, tidak mengkhianati satu dengan yang lain. Relasi ini terjadi diantara mereka yang bersahabat saja. Relasi persahabatan mereka terpisah dari relasi dengan orang di luar persahabatan mereka. Inilah persahabatan yang ekslusif. Ini persahabatan yang baik, benar, tidak salah.
-          Namun, persahabatan dengan Yesus adalah persahabatan yang inklusif. Yesus mengasihi murid, murid mengasihi sesama. Yesus mengorbankan nyawa untuk murid, murid mengorbankan nyawa untuk sesama. Yesus memenuhi kebutuhan hidup murid, murid memenuhi kebutuhan hidup sesama.

Ø  Persahabatan yang Inklusif dengan Yesus adalah persahabatan yang menghasilkan buah. Jika kita membaca Yoh. 15, kita akan sering mendapati kata “buah.” Berbuah berarti melakukan sesuatu bagi orang lain seperti yang Yesus lakukan bagi kita.

Dalam 1 Yoh 3:16-18 dinyatakan, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”

Dalam Matius 25:34-40, dinyatakan bagaimana persahabatan yang inklusif ditujukkan oleh orang yang ditempatkan di sebelah kanan sang Raja. Persahabatan inklusif dengan sang raja ditunjukkan dengan melayani orang lapar, haus, asing, telanjang dan dalam penjara, bukannya melayani sang raja secara langsung.

Ø  Persahabatan yang inklusif dengan Yesus adalah persahabatan yang sifatnya missioner: menjangkau orang lain bagi Kristus.

Praktek kasih kepada sesama atau saling mengasihi merupakan magnet yang kuat untuk menghantar orang lain kepada Kristus. Dalam Yohanes 13:34-35 dinyatakan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”

“semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku.” Kata “tahu,” dalam kalimat “semua orang akan tahu” menunjuk pada sikap mengenali, mengakui, melihat KRISTUS dalam kehidupan nyata. Yesus telah pergi kepada BAPA tetapi kehadiranNya dirasakan dalam kehidupan para murid yang saling mengasihi.

Praktek persahabatan yang inklusif yang ditunjukkan oleh jemaat mula-mula. Seperti yang dinyatakan dalam Kisah Para Rasul 2:44-47. Mereka membagikan apa yang mereka miliki, tak ada jemaat yang kekurangan. Dan hasilnya (dampaknya bagi misi), jumlah orang percaya semakin bertembah. Jemaat mula-mula yang memiliki persahabatan yang inklusif dengan Yesus telah menjadi jemaat yang missioner dan terus menerus menjangkau banyak orang bagi Yesus.


Siapa yang ingin menjadi sahabat Yesus? Persahabatan dengan Yesus bukanlah persahabatan yang eksklusif melainkan persahabatan yang inklusif.
Ø  Kadang kita memandang persahabatan dengan Yesus adalah persahabatan yang Eksklusif, sehingga kita salah bersikap dalam hidup kita. Kita mengalami bagaimana Tuhan melawat kehidupan kita: menyembuhkan penyakit kita, mencukupkan kebutuhan hidup kita, melindungi dan menjaga kita, mengabulkan doa-doa kita.  Kita berpikir untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Kita tahu Tuhan tidak sakit, tidak kekurangan, tidak perlu dijaga. Lalu kita berpikir bagaimana melakukan sesuatu bagi Tuhan? Kita datang ke gereja lebih sering, memberi lebih banyak persembahan, lebih banyak waktu memuji Tuhan, lebih sering baca Alkitab, lebih sering berdoa, lebih sering menerima tawaran pelayanan dll. KITA INGIN MELAKUKAN SESUATU BAGI TUHAN KARENA KITA SAHABATNYA. Yang kita lakukan baik, tetapi dengan motivasi yang salah, lahir dari pemahanan yang salah.
Ø  Persahabatan dengan Yesus adalah persahabatan yang inklusif. Yesus melawat hidup kita, lawatlah kehidupan sesama. Yesus menyembuhkan penyakit kita – jadilah pembawa kesembuhan bagi sesama – berilah bantuan bagi orang-orang yang sakit; Tuhan mencukupkan kebutuhan hidup kita – jadilah utusan Tuhan yang mencukupkan kebutuhan orang lain yang berkekurangan. Tuhan mengabulkan doa-doa kita – maka jadilah jawaban bagi doa-doa sesama kita. INI PERSAHABATAN YANG INKLUSIF.

Ø  Cobalah menghitung semua berkat yang telah Tuhan Yesus berikan kepada kita sebagai sabahat. PERBUATLAH demikian kepada sesama. Setiap satu berkat yang kita terima, jadilah satu berkat bagi orang lain. Inilah bukti kita sahabat Yesus.

Ø  Persahabatan yang inklusif dengan Yesus membuat kita tetap mampu menunjukkan kasih kepada orang-orang yang mengecewakan, menolak dan membenci kita. Mengapa? Kita mengasihi karena kita sudah dikasihi Yesus terlebih dahulu. Bapa mengasihi Yesus, Yesus mengasihi saya, saya mengasihi orang lain. Yesus menyerahkan nyawaNya untuk saya, saya menyerahkan nyawa saya untuk orang lain. Yesus memberkati saya, saya menjadi berkat bagi orang lain – APAPUN RESPON ORANG TERSEBUT. Kasih kita kepada ‘orang orang sulit’ didasari oleh kasih Yesus pada kita.

Ø  Selanjutnya, persahabatan yang inklusif dengan Yesus merupakan persahabatan yang bersifat missioner. Kalau persahabatan yang inklusif dengan Yesus dipahami dan diterapkan, maka gereja akan bertumbuh, orang akan tertarik pada Kristus. Gereja tidak akan bertumbuh, orang lain tidak akan tertarik mengikut Yesus, bahkan gereja akan merosot JIKA gereja mempraktekkan persahabatan yang eksklusif dengan Yesus: Ibadah dirangcang begitu mempesona, sakral dan menggairahkan jiwa – namun jemaat abai terhadap penderitaan yang lain. Jika jemaat tidak sungguh peduli satu dengan yang lain, jemaat yang satu membiarkan jemaat yang lain menderita, tidak ada kerelaan berkorban bagi sesama, MAKA gereja tidak akan pernah menarik bagi orang lain.

Semoga firman Tuhan menolong kita memahami persahaban yang inklusif dengan Yesus: Yesus mengasihi kita dan kita mengasihi sesama.


download powerpoint disini

Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: