Berdukacita (Yoel 2:12-13, 22-25, 32)


Pendahuluan
                Ada satu profesi yang tergolong profesi unik. Meskipun tergolong unik, keberadaan profesi ini sudah sangat tua, sudah ada bahkan pada zaman Perjanjian Lama.[1] Profesi ini dianggap cukup penting di negara-negara dari Afrika, Timur Tengah dan Cina. Profesi itu adalah peratap profesional, yang fungsinya untuk meratapi kepergian almarhum sesedih mungkin hingga membuat suasana di rumah duka menjadi lebih memilukan.[2]
                Para peratap profesional ini rupanya merupakan suatu keterampilan yang bisa dilatih. Nah berikut ini sebuah video yang menunjukkan pelatihan para peratap.[3] 



sumber: google.com 
Bahkan saya mendapati di salah satu majalah online membahas tentang seseorang yang pasang tarif lumayan untuk menjadi peratap di suatu pemakaman. $50 untuk menangis biasa, $100 untuk menangis histeris, $150 untuk menangis sambil guling-guling di lantai, $200 untuk menangis dan mengancam lompat ke dalam lubang kubur, yang paling mahal $1000 untuk menangis plus beneran lompat ke dalam kubur.[4] Khusus yang bagian akhir ini, harus ditambahkan “(kecuali pemakaman model kremasi).” 
               







 Sebenarnya profesi ini punya motivasi yang baik, motivasi ini terlihat dari kesaksian seorang ibu yang menjadi peratap profesional kepada BBC News dalam video berikut.[5] 


Dalam duka, seorang anggota keluarga mungkin tidak tahu bagaimana harus menangis, dan peran peratap profesional adalah menolong mereka. Ada yang berminat part time?

Hari ini kita bersama belajar dari firman Tuhan juga tentang peratap. Tetapi bukan peratap kematian melainkan peratap dosa. Bukan menangisi kematian seseorang yang kita kasihi, melainkan menangisi dosa-dosa yang kita lakukan. Berdukacita bukan karena ditinggalkan kerabat kita, melainkan berdukacita karena dosa kita. Paling tidak ada dua kebenaran yang kita dapat pelajari pada hari ini:

Berdukacita: Karakter Wajib bagi Setiap Orang Kristen

sumber: lilinkecil.com
Dalam buku Berkat dari Kerendahan Hati, dinyatakan bahwa karakter berdukacita karena dosa adalah karakter yang harus dimiliki oleh semua orang Kristen,[6] harus dimiliki. Dalam bagian Alkitab yang tadi kita baca, seluruh umat itu, tanpa kecuali, sebagai satu bangsa dikumpulkan untuk berdukacita karena dosa-dosa mereka. Baik orangtua maupun anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu, dipanggil untuk berdukacita di hadapan Tuhan. Semua wajib berdukacita. Mirip jika membandingkan dengan kisah pertobatan bangsa Niniwe, dimana semua penduduk diperintahkan berkabung. Bahkan bukan hanya manusia, hewan pun diperintahkan untuk berkabung karena dosa.[7]
Berdukacita karena dosa mempunyai dua esensi yang tidak boleh dipisahkan. Esensi yang pertama adalah hati yang menyesali dosa, hati yang koyak oleh penyesalan. Di ayat 12, terdapat frasa “segenap hatimu,” sedangkan di ayat 13 dinyatakan “koyakkanlah hatimu.” Esensi yang kedua, yang salah seorang penafsir katakan sebagai, “bagian yang terlihat dari proses pertobatan.” Itulah “dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh” (ay. 12). Tidak selalu ketiga hal ini dilakukan, Nabi Yoel menyebutkan ketiganya untuk menggambarkan bentuk-bentuk yang kelihatan dari ekspresi dukacita.[8]
Jadi saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, Berdukacita karena dosa adalah karakter wajib dimiliki oleh setiap orang Kristen, sebagai umat Tuhan, tanpa kecuali. Dan karakter ini diekspresikan dari dalam diri melalui hati yang menyesali dosa diikuti dengan ekspresi yang kelihatan melalui tangisan, ratapan atau puasa.
Perbedaan orang percaya atau umat Tuhan daripada orang lain adalah bukan karena kita tidak pernah berdosa lagi, bukan. Melainkan pada dukacita akan dosa. Orang yang sudah diselamatkan, akan berdukacita akan dosa-dosanya. Dukacita itu dimulai dari kesadaran akan keberdosaan kita.


Aplikasi
Apakah bapak ibu saudara masih merasa diri berdosa? Sebagai pribadi, orangtua, pendidik, atau gembala, apakah saudara dan saya masih melihat diri kita sebagai pribadi yang berdosa, sehingga perlu datang kepada Allah dengan hati yang remuk disertai tangisan atau ratapan atau berpuasa?
Sebagai orangtua kita perlu berduka lebih banyak karena dosa yang kita lakukan kepada anak-anak kita. Orangtua adalah teladan, namun jika orangtua tidak bisa menjadi teladan – hidup dalam dosa, maka hal itu menjadi batu sandungan bagi anak-anak kita. Tidak sedikit sikap dan perilaku orangtua membuat anak-anak mereka jauh dari Tuhan.
Bapak ibu saudara yang dikasihi Tuhan, mungkin baik jika kita punya waktu khusus untuk meratap atau berpuasa secara pribadi maupun sebagai komunitas orang percaya di keluarga maupun gereja. Waktu khusus untuk menyatakan ekspresi yang kelihatan dari hati yang berdukacita atas dosa kita secara pribadi.
Pemimpin gereja juga harus berdukacita lebih banyak. Dari pimpinan gereja dibuat berbagai keputusan dan kebijakan. Kebijakan dan keputusan pemimpin memengaruhi kehidupan jemaat secara keseluruhan. Siapa yang menjamin pemimpin gereja tidak mungkin salah mengambil keputusan?

Berdukacita: Karakter untuk Hidup yang Bertumbuh dan Berbuah                                                                  

Kebenaran yang kedua yang bisa kita pelajari dari teks Alkitab yang kita baca adalah bahwa karakter berdukacita karena dosa dapat membawa kita pada hidup yang bertumbuh dan berbuah.
Dalam buku Berkat dari Kerendahan Hati, dinyatakan bahwa salah satu tanda seorang bertumbuh adalah adanya kepekaan dan kedukaan terhadap dosa yang terus menguat.[9] Semakin peka terhadap dosa, semakin berduka atas dosa, maka semakin bertumbuh dan berbuah hidupnya di hadapan Tuhan.
Ada satu peristiwa unik yang terjadi pada masa nabi Yoel. Peristiwa itu adalah serbuan belalang yang melahap habis tanaman yang dilewatinya. Momen itu dipakai oleh Nabi Yoel menubuatkan datangnya serbuan pasukan asing.[10] Akan tetapi jika seluruh umat Tuhan datang dengan hati yang hancur, dengan menangis, meratap dan berpuasa, maka Tuhan akan memulihkan keadaan mereka. Bukan hanya itu, bahkan Allah membuat menjadi agen yang membawa keselamatan kepada bangsa-bangsa lain.
Yoel 2:22-24 menyatakan bahwa tanah gembalaan menghijau, pohon menghasilkan buahnya, tempat pengirikan penuh dengan gandum, tempat pemerasan penuh dengan anggur. Ayat 32 menyatakan bahwa, “… di Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan ….” Bagian ini menunjukkan bahwa ada janji pemulihan, pertumbuhan dan buah yang dihasilkan ketika umat datang dalam hancur hati dan dukacita karena dosa. Siapa yang mau bertumbuh dan berbuah di dalam hidupnya? Maka berdukacitalah atas dosa.
Salah satu buah dari karakter berdukacita adalah sirnanya sikap menghakimi. Dalam buku Berkat
sumber: www.ironstrikes.com/blog/mourn-for-sin
dari Kerendahan Hati
dituliskan “Kita tidak bisa menghakimi orang percaya lainnya atau bahkan orang tidak percaya, jika kita hancur dan remuk hati akan dosa kita.”[11] Hal ini sangat sejalan dengan apa yang dirasakan Paulus dalam surat-surat penggembalaan yang ditulisnya. Dalam 1Kor. 15:9, ia mengatakan, “… aku adalah yang paling hina dari semua rasul.” Beberapa waktu kemudian Paulus menulis surat Efesus yang di dalamnya ia menyatakan bahwa dirinya adalah “yang paling hina di antara segala orang kudus” (Ef. 3:8). Kemudian pada salah satu surat terakhirnya, ia menulis, “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa” (1Tim. 1:15).
Semakin berdukacita karena dosa, semakin merasa tidak layak dari orang lain, semakin rendah hati, semakin bertumbuh dan semakin berbuah.         

Aplikasi
  Apakah bapak ibu saudara rindu hidup yang dipulihkan, bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain? Mulailah dengan karakter berdukacita.
Karakter berdukacita membuat kita menjadi rendah hati untuk menerima kelemahan-kelemahan kita. Rendah hati untuk mengakui bahwa kita manusia rapuh yang membutuhkan penghiburan Allah dalam hidup kita.
Karakter berdukacita membuat hidup kita tidak mampu menghakimi orang lain. Tanpa penghakiman, kita diajak menjadi motivator dan penghibur bagi kelemahan orang lain. Sebagai pribadi yang berdukacita atas dosa, kita melihat keberdosaan orang lain, bukan untuk diabaikan, dihakimi, melainkan untuk diratapi dalam doa-doa kita. Demikianlah kita menjadi berkat bagi sesama.  

Download powerpoint disini






[1] Amos 5:16
[2] https://lifestyle.okezone.com/read/2015/11/30/196/1258233/delapan-profesi-paling-aneh-ini-ternyata-benar-ada?page=2
[3] https://www.youtube.com/watch?v=4Kw9M90XCys
[4] https://www.golfdigest.com/story/facebook-user-declares-himself-a-professional-mourner-sells-his-tears-for-money
[5] https://www.bbc.com/news/av/world-africa-44673492/professional-mourners
[6] Bridges, Jerry, Berkat dari Kerendahan Hati. p41.
[7] Yunus 3:7-10                                           
[8] Stuart, Douglas, WBC, Vol. 31: Hosea-Jonah.
[9] Bridges, Jerry, Berkat dari Kerendahan Hati. p47.
[10] http://www.sabda.org/sabdaweb/biblical/intro/?b=29
[11] Bridges, Jerry, Berkat dari Kerendahan Hati. p49.

Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: