Bolehkah mencintai diri sendiri? Sebelum menjawab pertanyaan
tersebut, saya akan menceritakan dengan singkat sebuah kisah dalam Mitologi
Yunani.
Pelajaran dari Motologi Narcissus[1]
Dalam mitologi Yunani, ada kisah cinta
yang mengharukan antara peri Echo dan Narcissus. Narcissus adalah peri tampan
yang menolak banyak cinta peri lainnya. Salah satunya adalah Echo.
Echo adalah seorang peri cantik yang dihukum oleh Dewi Hera. Echo hanya bisa mengulangi beberapa kata terakhir dari perkataan orang lain. Echo ditolak dan direndahkan oleh Narcissus.
Karena begitu mempesonanya, Narcissus
disukai, bukan hanya oleh peri wanita, tetapi juga peri laki-laki. Salah satu
peri itu bernama Ameinius, ia adalah salah satu pengagum yang paling
bersemangat di masa muda dan tanpa henti bersaing merebut perhatian Narcissus.
Tetapi, apa yang dilakukan Narcissus? Peri sombong menanggapinya dengan
mengirimkan pedang kepada Ameinius dan memberitahunya untuk membuktikan
kekagumannya.
Ameinius tidak tahu bagaimana lagi
untuk membuktikan kekagumannya, ia memutuskan untuk menusukkan pedang ke dalam
hatinya, melakukan bunuh diri untuk menunjukkan cintanya. Saat dia terbaring
sekarat, dia memohon para dewa untuk menghukum Narcissus yang tak berperasaan.
https://www.ancient.eu/Narcissus/ |
Suatu ketika Narcissus hendak minum di suatu sungai dia melihat
pantulan wajahnya di dalam air dan ia menjadi jatuh cinta pada wajahnya
sendiri. Karena begitu terobsesi akhirnya bunuh diri di tepi sungai itu. Dan
ditempat darahnya tertumpah tumbuhlah bunga Narsis.
Dari mitos tersebut tergambar definisi Cinta Diri sebagai
obsesi yang tidak akan pernah terpuaskan. seorang yang mencintai dirinya, maka
ia tidak akan mendapatkan kepuasan dari cinta itu. sebaliknya, Cinta itu
menghancurkannya. Jadi kembali ke pertanyaan awal, bolehkah mencintai diri sendiri?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita membuka bagian
Alkitab dari 2 Timotius 3:1-4.
Mencintai Diri Sendiri
adalah Tanda Kebobrokan Zaman Akhir (2Timotius 3:1-4)
Paulus
menyatakan dalam surat 2 Timotius bahwa cinta diri merupakan salah satu ciri
dari manusia zaman akhir yang memberontak terhadap Allah. Pada bagian yang kita
baca, didaftarkan beberapa ciri manusia yang memberontak terhadap Allah,
sebagai berikut:
mencintai dirinya sendiri (philautos), menjadi hamba uang (philarguros), membual, menyombongkan
diri, pemfitnahberontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak
mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan
orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik (aphilagathos), suka mengkhianat, tidak
berpikir panjang, berlagak tahu, menuruti hawa nafsu (philēdonos), (tidak)
menuruti Allah (philotheos). Seorang penafsir mengatakan bahwa cinta diri merupakan ringkasan dari
seluruh karakteristik di atas. Cinta diri (philautos - pertama disebut) yang
kontras dengan Cinta Allah (philatheos - terakhir disebut).[2]
Saudara-saudara
yang dikasihi Tuhan, bolehkah mencintai
diri? sekali lagi jangan terburu-buru menjawab. Sebelum mencoba
menjawabnya, saya mengajak saudara melihat satu fenomena berkembang beberapa
waktu belakangan ini.
Pelajaran dari fenomena
Sologamy
Apa itu
poligami? Seorang pria yang menikah dengan lebih dari satu wanita dalam satu
rumah tangga. Apa itu poliandri? Seorang wanita yang menikah dengan lebih dari
satu pria dalam satu rumah tangga.[3] Apa
itu monogami? pernikahan satu pria dan satu wanita dalam satu rumah tangga.
Lalu apa itu sologami?
Sologami
adalah fenomena menikah dengan diri sendiri. Saya sendiri tidak setuju dengan konsep
pernikahan yang digaungkan oleh para praktisi sologami, karena pernikahan dalam pandangan Kristen punya elemen sakral dan prinsipnya diatur di dalam Alkitab. Akan tetapi
ada poin yang menarik dari cara pandang praktisi sologami melihat diri mereka.
Beberapa konsep yang positif dari praktisi Sologamy:
1.
melawan pandangan umum bahwa seseorang tidak utuh (enough) jika tidak punya pasangan
(suami/isteri).
2.
menghargai atau mengasihi diri merupakan pondasi untuk
mengasihi orang lain.
Jadi bolehkah mencintai diri sendiri? Mari kita lihat bagian lain
Alkitab yang membicarakan tentang cinta diri. Mari kita buka Amsal 19:8.
Mencintai Diri Sendiri
adalah wujud nyata seorang yang mempunyai hikmat (Amsal 19:8)
Puisi di Amsal 19:8 menyatakan:
Siapa memperoleh akal budi, mengasihi dirinya;
siapa
berpegang pada pengertian, mendapat
kebahagiaan.
Jika seseorang berakal budi dan punya pengertian, maka ia akan mengasihi dirinya dan berbahagia. Sebaliknya jika seseorang tidak berakal budi dan tidak mengerti, maka ia tidak mengasihi diri dan tidak bahagia. Apakah saudara seorang yang berakal budi? Maka seharusnya saudara mengasihi diri saudara.
Efesus 5:29 menyatakan, “Sebab tidak pernah orang
membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti
Kristus terhadap jemaat.”
Balik lagi ke pertanyaan awal: bolehkah mencintai diri sendiri? Mengapa kecintaan terhadap diri membawa kita pada dua sikap yang nampak saling bertentangan: jangan mencintai dirimu sekaligus cintai dirimu? Mengapa ada paradoks dalam Cinta terhadap Diri?
Penyelesaian Paradoks
Cinta Diri
Dalam
pencarian saya, saya dicerahkan oleh tulisan John Stott, yang pernah dimuat di Christianity Today, salah satu literatur
Kristen yang didirikan oleh Billy Graham, yang berpengaruh di Amerika bahkan
mungkin di dunia. Dalam tulisannya “Am I
supposed to love myself or hate myself?” John Stott menyatakan bahwa
keberadaan diri manusia merupakan akibat dari peristiwa penciptaan (result of
the Creation) dan peristiwa kejatuhan (result of the Fallen)
Bagian diri
yang tidak boleh dicintai adalah fallen self, sebaliknya bagian diri
yang harus dicintai adalah creation self. Fallen self harus dibuang jauh-jauh, disingkirkan dan disalibkan
setiap hari. Sedangkan Creation self harus
dicintai, dirangkul dan ditumbuhkan dari hari kehari. Creation Self itulah buah Roh yang harus ditumbuhkan dalam diri
kita: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
[1]Nick Pontikis dalam ECHO & NARCISSUS: A SAD LOVE
STORY di website http://mythman.com/echo02.html. Bandingkan dengan tulisan Mark Cartwright dalam Narcissus di website https://www.ancient.eu/Narcissus/. Menurut Mark, kisah kutukan Dewi Artemis terhadap
Narcissus berbeda dari mitos aslinya.
[2]The whole list of characteristics that portrays the
human mind can be reduced to one contrast: love of self instead of love of God.
In between those two, Paul gives us a list consisting of seventeen vices that
merit individual consideration (http://www.bible-commentaries.com/source/johnschultz/BC_2_Timothy.pdf)
[3]Poliandri pernah dipraktekkan oleh kaum perempuan di
dataran tinggi Himalaya, sebelah Utara India
(https://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/14/mbvocb-inilah-lima-tempat-di-dunia-yang-didominasi-perempuan)