Salah satu problem yang membuat bangsa ini sulit move on atau bangkit dari
berbagai keterpurukan adalah mentalitas pejabat publik. Salah satu motto
terkenal yang sering dikaikan dengan pejabat publik adalah motto “Kalo Bisa di
Persulit Kenapa Harus di Permudah.” Dalam uu no 25 tahun 2009 khususnya pasal 4
dinyatakan bahwa asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah kecepatan,
kemudahan dan keterjangkauan.
Berkaitan dengan pelayanan
publik tersebut, salah satu terobosan yang diperjuangkan Jokowi, ketika masih
menjabat gubernur DKI Jakarta adalah pembuatan KTP yang harus selesai dalam sehari.
Beliau beberapa kali melakukan kunjungan mendadak untuk memastikan pelayanan
tersebut sesuai harapannya. Hasil sidaknya bisa kita ketahui dari pemberitaan di
berbagai media. Ada ada saja ditemukan kinerjanya lambat, sulit, tidak tepat
waktu dan lain lain. Itulah Mentalitas “Kalo bisa di
persulit kenapa harus di permudah.”
Kali ini tema kita adalah pemuridan
sederhana. Pemuridan itu simple,
sederhana, mudah semoga tidak dipersulit, diperumit dalam pelaksanaannya.
INTI
PEMURIDAN: mengajarkan apa yang telah didengar
Pemuridan merupakan ujung tombak Kekristenan. Gereja Indonesia saat ini berlomba-lomba
menggarap pemuridan. Sebutan bagi gerakan pemuridan terus menjamur. Mulai dari KTB
(kelompok tumbuh bersama), KK (kelompok kecil), cell group, peer group, Mentoring,
dll. Berbagai buku penuntun terus menerus ditulis: Pembinaan Dasar, Berakar, Life
Expedition, dll. Rumusan, strategi, panduan, kurikulum dibuat untuk menunjang
pelaksanaan pemuridan tersebut. Hal ini semua baik untuk dikerjakan.
Namun, kekuatiran saya muncul karena pelaksanaan pemuridan yang demikian bisa membuat pemuridan nampak semakin teknis,
terstruktur, kompleks/rumit dan membutuhkan tools pendukung tertentu.
Pelaksanaan pemuridan yang demikian pada saat tertentu akan membahayakan
pemuridan itu sendiri.
Pemuridan yang bersifat
teknis dan terstruktur bisa berbahaya jika terlalu terpaku pada petunjuk teknis
dan struktur yang dirumuskan. Contohnya, jika ada yang ingin menjadi murid
harus daftar dulu, mengikuti proses dan jenjang kelompok pemuridan. Seorang
pemurid atau orang yang ingin memuridkan orang lain haruslah terdata, melewati proses
dan seleksi tertentu, dll. Jika pemuridan terpaku pada hal teknis dan struktur,
maka pemuridan nampak ribet dan terlalu kaku.
Pemuridan akan menjadi
kompleks dan rumit tatkala pemuridan terlalu terpaku pada penerapan kurikulum
dan penggunaan tools tertentu. Contohnya, harus pakai buku tertentu, penggunaan
buku pun mengikuti urutan tertentu. Pemurid harus lulus/selesai buku tertentu
baru bisa memimpin kelompok atau komunitas pemuridan yang ada. Wahh.. wah..
pemuridan yang demikian nampak kehilangan rohnya.
Jika sudah seperti ini,
pemuridan yang sederhana tersebut menjadi sangat kompleks, Pemuridan yang mudah
telah dibuat menjadi sulit. Jika melihat konsep pemuridan yang kompleks dan
sulit demikian, gimana mau melaksanakannya?
Hari ini saya ingin
mengajak kita merenungkan kembali inti pemuridan, yang sebenarnya sederhana dan tidak sulit. Mari kita
melihat dua bagian Matius 28:19-20 dan 2 Tim. 2:2. Apa inti pemuridan dari dua
bagian ayat ini? Inti pemuridan adalah mengajarkan kebenaran yang telah dipelajari
sebelumnya. Inti Pemuridan adalah belajar kemudian mengajarkan kebenaran, Inti
pemuridan adalah menerima kemudian membagikan kebenaran.
Pemuridan berarti pertama,
belajar kebenaran Firman Tuhan: entah melalui khotbah, baca Alkitab, dengar di radio,
nonton di TV, baca renungan harian, artikel di Internet dll. Proses belajar ini
mencakup menemukan kebenaran itu, merenungkan kebenaran itu, melakukan
kebenaran itu.
Kedua, mengajarkan kebenaran firman Tuhan: kepada siapa
saja, kapan saja, dimana saja, dengan cara apa saja. Bukan berarti menghalalkan
segala cara. Proses mengajar ini menolong seseorang untuk menemukan kebenaran, menolong
merenungkan kebenaran tersebut dan menolong
melakukan kebenaran tersebut.
ITU Saja INTI
PEMURIDAN: sederhana – tidak ribet – mudah. Ayo terlibat dalam proses pemuridan!
ILUSTRASI PROSES PEMURIDAN SEDERHANA
Pemuridan itu sederhana:
belajar firman Tuhan dan mengajarkannya kepada orang lain. Pemuridan sederhana
itu seperti seorang oma yang datang ke gereja pada suatu minggu, dan ia mendengarkan
firman yang dikhotbahkan oleh pendeta yang melayani hari itu. Oma itu mendengar
bahwa Allah menghendaki orang percaya mengampuni sesamanya seperti Allah
mengampuninya. Oma itu merenungkan selama beberapa hari makna firman itu. Oma
itu tahu bahwa ia harus mengampuni saudara kandungnya yang pernah menyakiti
hatinya. Kamis malam oma itu berdoa dan menyatakan kepada Allah bahwa ia mau
mengampuni saudara kandungnya itu.. Hari sabtunya Oma lagi duduk ngobrol dengan
tetangga. Tetangganya menceritakan bagaimana ia ditinggalkan oleh suaminya
selama bertahun tahun tanpa kabar. Oma membagikan pengalamannya disakiti dan
memutuskan mengampuni saudaranya seperti yang dinyatakan firman Tuhan. Oma
selama beberapa hari mendoakan, menghibur dan mendorong tetangganya untuk
mengampuni sang suami.
Inilah proses pemuridan
yang sederhana itu. Proses belajar dan mengajarkan kebenaran. Ayo terlibat
dalam proses pemuridan!
Pemuridan Perdana: Pemuridan dalam
Keluarga
Model pemuridan
mengalami perkembangan dalam sejarahnya. Ada orang menyangka pemuridan dimulai
pada zaman Yesus. Tetapi sebenarnya, pemuridan memiliki akar kuat dalam tradisi
Israel, jauh sebelum Yesus memanggil kedua belas murid. Bahkan sesungguhnya
perintah pemuridan telah ada sejak penciptaan manusia pertama.
Dalam
Ulangan 6:6-7, “... Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari
ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
...” Ini perintah pemuridan yang jauh telah ada sebelum Yesus mengumpulkan
murid-muridNya. Musa memerintahkan bangsa Israel untuk terlibat dalam proses
pemuridan. Musa memerintahkan para orangtua untuk mengajarkan anak-anak mereka
Firman Tuhan yang telah mereka dengar dari Musa.
Dalam
Kej. 1:28 dinyatakan, “Beranakcuculah dan bertambah banyak …”
apa sebenarnya yang Allah inginkan melalui perintah ini? Apakah Allah sekedar
ingin agar manusia melahirkan anak-anak sehingga manusia bertambah banyak di
bumi? Tentu tidak. Jika Allah menginginkan agar manusia sekedar bertambah,
Mengapa Allah mengirimkan air bah yang memusnahkan semua manusia kecuali 8
orang (keluarga Nuh)? Allah ingin anak cucu yang lahir adalah anak cucu yang serupa
dengan gambar Allah. Allah ingin yang bertambah banyak adalah orang-orang yang
mau belajar dan taat pada firman Tuhan.
Perintah
untuk ‘beranakcucu dan bertambah banyak’ adalah perintah untuk melipatgandakan
orang yang mau belajar dan taat pada firman Tuhan. Inilah perintah pemuridan pertama,
yang dinyatakan kepada manusia pertama. Beranakcucu dan bertambah banyak sama
dengan perintah untuk membuat murid.
Keluarga dirancang Allah mengerjakan pemuridan yang
berkelanjutan. Orangtua belajar firman Allah lalu kemudian mengajarkan firman
itu kepada anak-anaknya. Anak-anaknya yang sudah belajar Firman Tuhan
meneruskankan kepada cucunya. Demikianlah perintah beranakcucu dan bertambah
banyak.
Aplikasi
Pemuridan
itu sederhana: belajar firman Tuhan dan ajarkan firman itu kepada keluargamu.
·
Apakah sudah
terlambat? Tidak ada kata terlambat bagi pemuridan. Selama masih ada kesempatan,
mari kita belajar Firman TUhan dan mengajarkannya kepada siapa saja, terutama
Keluarga – anak,cucu. Proses belajar penting untuk bisa mengajarkan. Berhenti
belajar membuat berhenti mengajar.
·
Sangat
disayangkan banyak orangtua yang mengabaikan memuridkan anaknya. Orangtua
kadang lebih kuatir anaknya nggak bisa hitung, ketimbang tidak mengenal firman.
Banyak orangtua yang memanjakan anak dengan uang dan kemewahan (yang kita tahu
tidak kekal) sementara kerohanian/jiwanya (yang sifatnya kekal) dibiarkan
terlunta-lunta.
·
Orangtua kadang
enggan belajar firman dan menyerahkan pemuridan kepada gereja. Ini orangtua
yang tidak paham pemuridan. Panggilan pemuridan perdana adalah dalam keluarga.
Orangtua yang demikian kadang berdalih, saya tidak menguasai firman Tuhan.
Memangnya siapa yang menguasai firman TUhan? Ini merupakan dalih kemalasan
belajar firman.
·
Gereja juga perlu
terus memikirkan bagaimana mendukung keluarga sehingga dapat menjalankan
panggilan pemuridan dengan baik. Gereja seharusnya bukan hanya memikirkan
bagaimana menyampaikan firman ke jemaat, tetapi juga perlu memikirkan bagaimana
menolong jemaat/orangtua untuk memuridkan anak-anaknya.
·
Gereja boleh saja
merencanakan program pemuridan dengan baik, namun jangan sampai kehilangan roh
dari pemuridan itu sendiri. Gereja jangan sampai membuat pemuridan yang gampang
menjadi sulit.
Download powerpoint disini