Pendahuluan
Salam sejahtera bagi kita sekalian. Pertama-tama saya
ucapkan selamat memperingati hari kemerdekaan yang ke-69 Tahun. Suasana
peringatan kemerdekaan saat ini sangat jauh berbeda dengan 2 atau 3 tahun
pertama pasca proklamasi.
Kalau
dewasa ini penekanan peringatan hari kemerdekaan adalah bagaimana mengisi
kemerdekaan dengan baik melalui dengan pembangunan fisik dan mental bangsa.
Pada tahun-tahun awal peringatan kemerdekaan, penekanannya pada bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamirkan.
http://v-images2.antarafoto.com/g-co/1281583511/ proklamasi-kemerdekaan-ri-11.jpg |
Pada peringatan HUT Kemerdekaan yang ketiga, tepatnya 17
Agustus 1948. Presiden Soekarno berpidato di Yogyakarta. Dalam satu bagian
pidato itu, beliau mengatakan “Kalau kemerdekaan kita dilanggar, kita melawan
mati-matian, dan kita pertahankan kemerdekaan kita itu segala sekali lagi:
segala: -djalan dan usaha jang boleh kita lakukan dan jang dapan kita lakukan:
gerilja, bumi hangus, sabotage, boikot, pemogokan, ja, apa lagi itulah memang
haknja sesuatu bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan kalau diserang!”
Pidato
bung Karno membakar semangat perjuangan para pahlawan. Semangat perjuangan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak ingin dijajah lagi. Para
pahlawan menyadari arti perbudakan dan penjajahan, karena itu mereka
mati-matian berjuang mempertahankan kemerdekaan itu. Pada masa inilah semboyan, “sekali merdeka tetap
merdeka” sangat masif disuarakan.
Sebenarnya
kita sebagai orang Kristen mempunyai satu kemerdekaan lagi yaitu kemerdekaan
Kristiani. Kalau kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia membawa kita kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kemerdekaan Kristiani membawa kita
menjadi bagian dari pewaris Kerajaan Allah.
Kalau
kemerdekaan kita sebagai bangsa Indonesia menuntut kita untuk mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan dengan baik, demikian pula dengan Kemerdekaan
Kristiani. Kemerdekaan Kristiani menuntut kita untuk mempertahankan dan
mengisinya dengan kebaikan.
Kebenaran inilah yang kita pelajari
dari Galatia 5:1-15.
Apakah yang merongrong kemerdekaan kita sebagai orang
Kristen, sehingga kita harus mempertahankannya?
Gal. 5:1 menyatakan, “supaya kita
sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah
teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” Ayat ini menyatakan bahwa
kita sudah merdeka. Tetapi merdeka dari apa? Paulus menggambarkan kemerdekaan kita
lebih jelas pada Roma 8:1-2, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi
mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah
memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” Ayat ini
menyatakan bahwa Kristus telah memerdekakan kita dari penghukuman karena dosa
kita. Kita tidak akan dikuasai oleh maut lagi tetapi beroleh hidup. Dan Yohanes
3:16 menyatakan bahwa, barang siapa yang percaya kepada Yesus tidak binasa
melainkan beroleh hidup yang kekal. dalam surat Galatia, khususnya pasal 4-5, memiliki
Hidup yang kekal sama dengan mewarisi Kerajaan Allah.
Jadi,
orang Kristen telah merdeka dari penghukuman karena dosa, dan karena itu orang
Kristen tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal sebagai pewaris
Kerajaan Allah.
Ada
pihak yang berusaha merongrong kemerdekaan itu. Dalam Galatia 2:4, Paulus
menuliskan, “memang ada desakan dari saudara-saudara palsu [jadi bukan saudara
yang asli] yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam [ke
dalam persekutuan] untuk menghadang kebebasan [atau kemerdekaan] kita yang kita
miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat
memperhambakan kita.”
Saudara
palsu ini menyatakan bahwa orang Kristen belum merdeka. Iman kepada Kristus
tidak cukup untuk memerdekakan tetapi juga harus taat kepada taurat Tuhan.
Saudara Palsu ini mengajarkan bahwa untuk merdeka atau untuk bebas dari hukuman
atau untuk selamat, syaratnya: iman plus taat pada taurat - Sekali lagi -
Saudara Palsu ini mengajarkan bahwa untuk merdeka atau untuk bebas dari hukuman
atau untuk selamat, syaratnya: iman plus taat pada taurat.
Galatia
5:2-12 menggambarkan salah satu perintah taurat yang mendapatkan penekanan oleh
saudara palsu ini adalah perintah sunat. Saudara Palsu menyatakan bahwa
melakukan sunat adalah syarat untuk beroleh kemerdekaan.
Ajaran
saudara palsu ini membuat suasana kemerdekaan yang dimiliki orang Kristen
menjadi terusik. Timbul kegelisahan dalam jemaat: Jemaat merasa belum merdeka
dan kembali berada dibawah bayang-bayang penghukuman Allah. Jemaat merasa belum
pasti selamat, belum pasti beroleh hidup yang kekal, belum pasti menghuni
Kerajaan Allah.
Paulus
menyadari rongrongan ini, karena itu ia menulis surat Galatia. Paulus
mengingatkan bahwa pengajaran saudara palsu ini bertentangan dengan firman
Tuhan. Galatia 2:16 menggariskan dengan jelas, “Kamu tahu, bahwa tidak seorang
pun dibenarkan karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman
dalam Kristus Yesus.” Efesus 2:8-9, “sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Itu
bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”
Refleksi
Apakah sebagai orang Kristen kita
merasakan kemerdekaan atau masih dalam ketakutan bayang-bayang maut? Seorang yang
berada dibawah perhambaan maut belum mengalami kemerdekaan Kristiani.
Seorang
yang masih berada dibawah perhambaan maut berusaha mencari pembenaran melalui
berbagai macam cara. Ada yang mencari pembenaran melalui sakramen: Sakramen
Baptisan dan Perjamuan Kudus. Mereka mengikuti sakramen ini dengan harapan
dimerdekakan oleh ritual sakramen itu. Merasa dosa baru dihapuskan ketika makan
roti dan minum anggur perjamuan. Karena itu tidak jarang ada orang yang hanya
datang gereja ketika ada perjamuan. Ini pemahaman yang keliru. Seorang Kristen
dengan pemahaman ini masih hidup dibawah perhambaan dosa dan maut.
Ada
juga yang mengusahakan kemerdekaannya dengan aktif melayani, pikirnya:
pelayanan yang banyak membuat dosanya yang banyak diampuni dan akhirnya diselamatkan.
Orang yang mempunyai pemahaman seperti ini tidak jarang berusaha menerima
pelayanan sebanyak mungkin. Ini pemahaman yang keliru juga. Seorang Kristen
yang mempunyai pemahaman demikian masih dalam dalam bayang-bayang maut.
Ada
juga pemahaman yang menyatakan untuk selamat harus beriman dan berbuat baik.
Iman kepada Kristus tidak cukup menyelamatkan sehingga harus ditambahkan dengan
perbuatan baik. Orang yang mempunyai pemahaman demikian berusaha sebisa mungkin
berbuat baik dengan motivasi supaya Allah memperhitungkan itu dan
menyelamatkannya dari penghukuman.
Sekali
lagi kita diingatkan bahwa Kemerdekaan hanya diperoleh melalui iman kepada
Kristus. Dengan hanya percaya bahwa Kristus telah mati menebus dosa kita CUKUP
untuk memerdekakan kita. Iman dan hanya iman kepada KRistus itulah yang
menyelamatkan.
Galatia
2:16; Efesus 2:8-9; Yoh. 3:16; Titus 3:5. Jelas menegaskan bahwa kemerdekaan
atau keselamatan kita terima hanya karena percaya/iman kepada Kristus dan bukan
karena berbuat baik, ikut pelayanan, rajin ke gereja, ikuti sakramen. HANYA
Karena IMAN Kepada Kristus.
Ada orang yang bertanya, “kalau kita diselamatkan hanya
oleh iman, untuk apa kita berbuat baik? Atau mengapa kita diperintahkan berbuat
baik?”
Pertanyaan ini menghantar kita pada
rongrongan yang kedua bagi kemerdekaan Kristiani, yaitu rongrongan
libertinitas. Kalau rongrongan yang pertama tadi disebut rongrongan legalitas
karena menuntut ketaatan pada taurat, yang kedua rongrongan libertinitas. Kalau
kita ingin pakai istilah agresi: agresi pertama adalah agresi legalitas, yang
kedua agresi libertinitas.
Dalam Jemaat di Galatia juga menyebar
paham yang kurang lebih mengajarkan bahwa karena kita sudah selamat, ya kita
bebas berbuat apa saja. Perbuatan tersebut lebih cenderung pada perbuatan dosa
daripada perbuatan yang benar.
Karena itu Paulus mengingatkan juga
bahaya libertinitas di ayat 13-15. Di ayat 13 dinyatakan, “saudara-saudara,
memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan
layanilah seorang akan yang lain dalam kasih.”
Sebenarnya peringatan tentang bahaya
libertinitas masih berlanjut dua perikop selanjutnya. Gal. 5:16-26 menunjukkan
bahwa orang Merdeka dipanggil hidup menurut Roh, bukan menuruti keinginan
daging. Gal. 6:9-10 menyimpulkan, “janganlah kita jemu-jemu berbuat baik,
karena apabila sudah datang waktunya kita akan menuai jika kita tidak menjadi
lemah. 10 karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita marilah kita berbuat
baik kepada semua orang tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”
Dalam Galatia 5:21, Paulus
mengingatkan jemaat bahwa penganut paham libertinitas tidak mendapat tempat
dalam Kerajaan Allah. Seorang yang merdeka hidupnya dipenuhi Roh, sehingga
menghasilkan buah Roh dalam kehidupannya.
Surat Yakobus kepada Jemaat di
perantauan juga menyinggung tentang adanya paham libertinitas dalam jemaat.
Yak. 2:14, “apa gunanya, saudara-saudara, jika seorang mengatakan, bahwa ia
mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu
menyelamatkan dia?” Kemudian di ayat 17 dikatakan, “jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Jika kita
keseluruhan perikop ini kita mendapat gambaran bahwa perbuatan adalah bukti
dari iman. Perbuatan adalah bukti yang kelihatan dari iman yang tidak
kelihatan.
·
Agresi Legalitas mengajarkan rumusan:
IMAN + PERBUATAN BAIK = SELAMAT atau IMAN + KETAATAN = SELAMAT
·
Agresi Libertinitas mengajarkan
rumusan IMAN = SELAMAT selesai. KETAATAN tidak punya kaitan apa-apa.
·
Tetapi Alkitab mengajarkan IMAN = SELAMAT
+ KETAATAN.
Hanya Iman kepada Yesus Kristus yang
menyelamatkan, tetapi Iman yang sejati berbuah ketaatan kepada Allah.
Refleksi
Apakah Iman kita sejalan dengan
ketaatan Kita? Kemerdekaan atau Keselamatan yang kita miliki harus diisi dengan
ketaatan dan kebaikan. Ketaatan adalah bukti yang kelihatan dari iman yang
tidak kelihatan. Apakah hidup kita taat atau tidak? Jika hidup kita dipenuhi
dengan ketidaktaatan, maka sesungguhnya iman kita adalah iman yang mati.
Kalau
kita mencermati persoalan bangsa saat ini salah satu yang memberikan kontribusi
dalam kemerosotan bangsa adalah orang Kristen yang mengabaikan ketaatan kepada
Tuhan.
Salah
satu dari sekian pergumulan bangsa adalah kedisiplinan, loyalitas dan tanggung
jawab PNS. Sangat sedih jika melihat bahwa orang Kristen yang PNS juga tidak
punya disiplin, loyalitas dan tanggung jawab. Iman kita sejalan dengan
kedisiplinan kita, sejalan dengan loyalitas kita, sejalan dengan tanggung jawab
kita. Orang Kristen yang berprofesi sebagai PNS seharusnya disiplin, loyal dan
bertanggung jawab.
Selain
itu, persoalan bangsa lainnya adalah merajalelanya korupsi. Banyak dari kasus
korupsi yang terjadi bermuara pada pengusaha/kontraktor. Kontraktor atau
pengusaha Kristen, imannya harus tertuang dalam integritasnya. Kejujuran dalam
penyusunan anggaran proyek, bukan hanya itu hak dari para karyawan harus
diberikan.
Satu
lagi bagian yang nampaknya kecil tapi pengaruh yang sangat besar, yaitu Gereja.
Apakah bapak, ibu, saudara yakin bahwa gereja kita ini dan para pengurus yang
ada, pada pelayanan, para petugas, para panitia yang ada di dalamnya disiplin,
loyal dan bertanggung jawab mengerjakan mandat pelayanan dari Tuhan? Apa ada keyakinan tidak ada korupsi di gereja
kita? Kalau Gereja saja gembala jemaat tidak memberikan jaminan ketaatan dalam
pelayanan, bagaimana kita bisa menjamin domba-dombanya akan taat?
Saya
percaya Iman yang ada di dalam diri kita saat ini bergejolak ketika ketaatan
sudah disuarakan. Saya percaya kita yang mempunyai iman yang hidup akan
berjuang memperbaiki diri, gereja kita, lingkungan pekerjaan kita. Kiranya
Kristus menolong kita mewujudkan ketaatan itu karena kita adalah orang-orang
yang sudah merdeka. Amin.