MUTUAL LOVE - Kasih Persaudaraan (1 TESALONIKA 4:9-12)


Slide Khotbah dapat diunduh di sini

Mutual Love (Kasih Persaudaraan)

1 Tesalonika 4:9-12


Pendahuluan

Mark Manson, seorang penulis yang terkenal belakangan ini, dalam blognya ia membandingkan dua orang musisi. Musisi yang pertama adalah John Lennon, yang menulis lagu berjudul “All You Need is Love,” yang mengagungkan keutamaan kasih, namun sayangnya dalam kenyataan hidupnya ia selingkuh, memukul isterinya, mengabaikan anaknya dan melecehkan manajernya dengan makian rasial. Sementara seorang musisi lain bernama Trent Reznor menciptakan lagu dengan judul “Love is Not Enough,” yang nampak menyangsikan kecukupan cinta, tetapi dikisahkan dalam ketenarannya, ia justru berhasil bebas dari obat-obatan terlarang dan alkohol. Ia menikahi satu wanita dan dikaruniai dua anak dan kemudian dalam pengalaman hidupnya,  ia rela membatalkan tur dan rilis albumnya demi dapat tinggal di rumah dan menjadi suami dan ayah yang baik.

Dua kisah ini menunjukkan seperti ada gap atau kesenjangan antara apa yang dipahami tentang kasih (yang dituangkan dalam syair lagu) dengan apa yang dipraktikkan dalam keseharian. Dan dari perbandingan ini ada pertanyaan mendasar yang timbul: apakah kasih itu cukup menopang kehidupan kita? Bagaimana menghapus gap antara pemahaman tentang kasih yang benar dengan perilaku yang mengasihi?

Hari ini kita belajar dari jemaat Tesalonika, suatu jemaat yang kata Paulus, “telah menjadi teladan” (1Tes 1:7) bagi orang-orang percaya lainnya. Dari surat Paulus kepada jemaat Tesalonika kita belajar paling tidak dua kebenaran tentang kasih. 


Pertama: kasih yang sejati perlu dihidupi dengan sungguh-sungguh karena itu cukup untuk menopang kehidupan kita. 


Penjelasan (Ay. 9-10)

Rick Warren dalam buku The Purpose Driven Life, Bab 16 menuliskan,  “Life is all about love” (ID: seluruh kehidupan berkisar pada kasih). Kasih itu dapat mencakup seluruh hidup kita. Karena itu kasih itu cukup menopang kehidupan kita. 


Selanjutnya, Firman Tuhan dalam Matius 22:37-40, menyatakan ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Bagian ini menegaskan bahwa firman Tuhan itu jika dirangkum akan menjadi hukum kasih: kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Jadi kehidupan yang dinyatakan dalam Alkitab adalah tentang kehidupan yang mengasihi Allah dan sesama. Karena itu kasih cukup menopang kehidupan kita. Seperti firman Tuhan cukup menopang kehidupan kita. 

Selanjutnya lagi dalam 1 Yohanes 4:8 dinyatakan bahwa “Allah adalah kasih.” Hal ini makin menegaskan bahwa kasih sangat lebih dari cukup dapat menopang kehidupan kita. Karena Allah sendiri adalah kasih.

Pertanyaannya adalah bagaimana menghidupi kasih dengan sungguh-sungguh sehingga kehidupan kita dapat ditopang oleh kasih? Dalam hal ini kita perlu belajar dari kehidupan jemaat Tesalonika. 


Di ayat 9-10. Paulus menyatakan bahwa “tentang kasih persaudaraan tidak perlu dituliskan kepadamu,” ini sebuah pujian bahwa jemaat Tesalonika tidak punya gap atau tidak ada kesenjangan antara apa yang mereka pahami tentang kasih dengan perilaku kehidupan mereka yang mengasihi. Kamu sendiri telah belajar mengasihi dari Allah dan kamu lakukan juga kepada semua saudara di wilayah Makedonia. Tidak ada kesenjangan di situ. Apa yang mereka pelajari dari Allah, telah mereka terapkan kepada kepada orang lain. Dan mereka diminta lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya. 

Belajar lagi dan lakukan lagi, makin berkualitas makin meluas. Kasih yang tidak terbendung

Paulus menggunakan kata “theodidak” (God-taught) yang menunjukkan bagaimana jemaat Tesalonika membangun pemahamannya akan kasih.  Ini bukan kasih yang otodidak yang ditemukan secara perenungan pribadi (self-taught) seperti ajaran filsuf Yunani. Kasih yang bersumber dari Allah sendiri itulah yang dipelajari oleh Jemaat Tesalonika. Penafsir mengatakan bahwa Roh Kudus yang mengajari mereka tentang kasih yang sejati. Roh Kudus yang mengajar dan menguatkan mereka untuk mengasihi. Teodidak mencakup daya dorong untuk mengasihi bersumber dari Allah sendiri. 

Karena itu dapat dipastikan bahwa jemaat Tesalonika adalah jemaat yang sangat dekat dengan Tuhan

Mereka yang belajar mengasihi dari Allah dan didorong oleh Allah untuk mengasihi membuat mereka menyatakan kasih itu kepada sesama. Inilah mutual love itu, sesuai tema kita hari ini. Mutual love itu berasal dari kata Yunani filadelfia. TNIV menerjemahkannya sebagai “mutual love”. TB menerjemahkannya sebagai “kasih persaudaraan,” “brotherly love” (ESV, KJV). Ada juga menerjemahkannya sebagai “loving each other, ” atau saling mengasihi. Ini merupakan kasih yang terbangun dalam komunitas umat Allah dan bahkan lebih luas kepada semua orang. Seorang yang diajar oleh Allah tandanya adalah saling mengasihi, memiliki mutual love itu. 


Mungkin kita masih ingat perkataan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya menjelang paskah. Yohanes 13:34-35, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Perkataan Yesus ini kembali menegaskan bahwa seorang yang theodidak (murid-murid-Ku) akan saling mengasihi (mutual love)


Seorang yang terus menjaga kedekatannya dengan Tuhan, akan terus belajar mengasihi dari Allah, dan didorong oleh Allah untuk terus mengasihi. Itu bisa digambarkan seperti spiral yang makin ke atas makin berkualitas makin ke atas makin meluas. Makin dekat kepada Tuhan, makin terus belajar mengasihi dan dampak kasih itu makin meluas, makin mengasihi sesama. Inilah yang Paulus nasihatkan untuk bersungguh-sungguh melakukannya. Sehingga kehidupan dapat ditopang oleh kasih itu.


Ilustrasi

Bapak/ibu saudara mungkin masih ingat kisah seorang perempuan muda bernama Ade Sara Angelina Suroto yang dibunuh oleh mantan pacarnya dengan keji pada tahun 2014. Orangtua Ade Sara, Suroto dan Elizabeth, mengampuni pelaku yang menghabisi nyawa putri mereka dan itu menjadi berita yang viral pada saat itu. Koran Tempo memberi judul liputan mereka “Mengapa Orang Tua Ade Sara Maafkan Pelaku?” Suroto mengaku bahwa permaafan yang dilakukannya adalah pengejawantahan perintah Tuhan. Sementara itu, Kanal berita online lainnya Merdeka.com menuliskan kutipan wawancara Suroto yang mengatakan, “Sebagai manusia, sangat sulit mengampuni orang yang membunuh anak kita, bahkan bisa saja membalas dendam. Tapi saya minta Tuhan menguatkan, justru saya bersyukur karena kami disanggupkan untuk mengampuni mereka.”

Theodidak: belajar mengasihi dari Allah dan pada saat yang sama mendapat kekuatan untuk mengasihi sesama. Theodidak terjadi dengan menjaga hubungan yang dekat dengan Tuhan.  



Aplikasi

Kasih yang sejati perlu dihidupi dengan sungguh-sungguh karena itu dapat menopang kehidupan kita. Kasih sejati yang dihidupi membuat kita dapat mengasihi sesama bahkan di dalam situasi yang berat sekalipun. Menghidupi dengan sungguh-sungguh berarti terus menjaga sehingga proses theodidak terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari: belajar dari Allah dan dimampukan Allah mengasihi sesama.

Apakah saudara merasa sulit mengasihi orang lain? Apakah merasa tidak bisa mewujudkan kasih persaudaraan itu? Akar masalahnya adalah kita tidak memiliki relasi yang dekat dengan Allah sehingga proses theodidak itu tidak terjadi. 

Seringkali ekspresi kasih kita dampaknya tidak meluas. Tidak ada orang yang kita jangkau, tidak orang yang kita bantu, tolong atau beri penghiburan. Keluarga kita tidak punya dampak bagi orang lain. Topik doa kita selalu untuk kebutuhan diri, diri dan diri. Kasih kita stagnan ini juga ditengarai berasal dari relasi yang tidak bertumbuh dengan Tuhan. Theodidak selalu berdampak pada kasih yang kian meluas. 

Firman Tuhan hari ini mengajak kita membangun relasi yang dekat dengan Tuhan sehingga proses theodidak dapat terjadi sehingga mutual love kita kian meluas.



Kedua: Kasih yang sejati akan membawa diri kita kepada kemandirian dengan itu kesenjangan antara pemahaman dan perilaku dapat dihilangkan.



Penjelasan (Ay. 11-12)

Salah satu penyebab mengapa ada kesenjangan (gap) antara kasih yang kita pahami dengan perilaku kehidupan kita adalah karena relasi kita belum mandiri. Akan tetapi kasih yang sejati akan membawa diri kita kepada kemandirian. 

Ada sekelompok kecil orang di Jemaat Tesalonika, yang bukannya menyatakan kasih kepada orang lain, tetapi justru memanfaatkan kasih sayang jemaat lain dengan kehidupan yang bermalas-malasan dan enggan bekerja. Mereka seperti parasit di dalam Jemaat sehingga kasih persaudaraan itu dapat menjadi tantangan jika terus dibiarkan. Oleh karena itu, pada ayat 11-12, Paulus mengingatkan mereka untuk memiliki keinginan yang kuat untuk hidup dengan tenang, bebas dari perilaku yang mengganggu atau membebani orang lain, mengurus persoalan sendiri, dan bekerja dengan tangan sendiri. Sehingga mereka dihormati dan tidak bergantung pada orang lain. Ini penekanan kemandirian dalam relasi Jemaat


Paulus bahkan memberi contoh dengan kehidupannya sendiri (1 Tesalonika 2:8-9), “Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.” Ada kemandirian dalam tim pelayanan yang melayani jemaat Tesalonika, Paulus dan tim pelayanan tidak ingin menjadi beban bagi orang-orang yang mereka layani, karena itu mereka bekerja sedemikian rupa dengan tetap menunaikan tugas penginjilan mereka. 

Kasih yang sejati membawa diri kita menuju kemandirian sehingga tidak ada kesenjangan dalam pemahaman kita tentang kasih dengan praktik kasih dalam keseharian kita. Dalam pola relasi ada orang yang bersikap dependen merasa terbatas, tidak mampu memikul tanggung jawab tertentu sehingga ia akhirnya menuntut dikasihi. Orang seperti ini perlu berusaha menuju kemandirian, berjuang untuk tidak menjadi beban bagi orang lain, belajar menyatakan kasih dengan cara yang ia mampu, bukannya menuntut. Ada juga yang bersikap Independen merasa bebas tapi tidak mau ambil tanggung jawab, punya kemampuan tetapi tidak ingin terlibat, selalu berdalih dan mengabaikan kebutuhan orang di sekitarnya.  Orang seperti ini perlu menyadari bahwa ia bisa ada karena ada orang yang mendukung dia. Orang yang lain lagi ada yang bersikap kodependen

yang merasa bertanggung jawab untuk semua hal tetapi tidak menikmati, merasa harus mengasihi orang lain dengan mengesampingkan kebutuhannya sendiri akan kasih. Orang seperti ini perlu menempatkan kasih dengan benar: ada saatnya mengasihi dan ada saatnya menikmati kasih. Sikap yang kita harapkan adalah sikap yang interdependen memahami kasih yang sejati bersumber dari theodidak, mengambil tanggung jawab untuk mengasihi, tidak menjadi beban bagi orang lain, membuka diri mereka sendiri menjadi objek kasih yang mutual. 

Aplikasi

Saudara yang dikasihi Tuhan, apakah kasih yang kita praktikkan adalah kasih dalam relasi yang kemandirian atau interdependen? Seringkali kasih kita adalah kasih yang menuntut, kita berkata, “saya mengasihi jika saja …” ada tuntutan dalam kasih kita dan itu membuat kasih kita rapuh. Saya akan mengasihi jika saya diperlakukan dengan baik. Tidak ada semangat pengorbanan yang ada adalah tuntutan dan tuntutan kepada orang lain. Kita menuntut pasangan kita, kita menuntut orang tua kita, kita menuntut anak-anak kita, kita menuntut pendeta, kita menuntut Tuhan untuk mengasihi dan menolong dia.

Cara mudah mendeteksi ada gap atau kesenjangan dalam kasih kita adalah jika kita mudah marah, mudah konflik, hitung-hitungan dalam relasi kita dengan orang lain. Itu semua menunjukkan kasih kita belum mandiri. Mulai lagi membangun hubungan yang dekat dengan Tuhan, mengevaluasi kembali pemahaman dan praktik kasih kita kepada sesama.

Atau kita mungkin orang yang selama ini mengabaikan pelayanan. Diminta pelayanan di gereja selalu menghindar, diminta pelayanan di tempat kerja merasa tidak ada waktu, diminta menolong orang lain selalu berdalih, bahkan untuk berdoa bagi orang lain pun tidak pernah. Jika kita adalah orang seperti ini, maka kita perlu sungguh-sungguh datang pada Tuhan dan bertobat. Semua orang yang mengasihi Allah akan mengasihi sesamanya


Penutup 

Demikianlah firman Tuhan hari ini, kiranya Allah menolong kita untuk memiliki mutual love (kasih persaudaraan) yang kian meluas dan dalam relasi yang mandiri. Dan itu dimulai dari relasi yang dekat dan konsisten dengan Allah sehingga proses theodidak dapat terus terjadi: dimana kita belajar dan dimampukan oleh Allah memiliki mutual love. Amin


Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: