Apakah saudara
adalah orang yang berhikmat? Awalah ber- pada kata berhikmat berarti
”mempunyai.” Jadi pertanyaannya juga bisa, Apakah saudara adalah seorang yang
mempunyai hikmat?
Ketika menjawab pertanyaan ini kita
mungkin bisa dianggap geer, karena kita menjawab ’Iya! Saya orang
berhikmat’. Tetapi mungkin juga kita sedikit minder dan menjawab,
’Tidak! atau Belum berhikmat.’
Suatu perkataan yang mendefinisikan
siapa orang berhikmat demikian, ”Orang berhikmat akan juga belajar dari
pengalaman orang-orang lain. Orang biasa hanya belajar dari pengalamannya
sendiri. Orang bodoh tidak belajar dari pengalaman siapa pun.“
Kalau melihat definisi
atau penjabaran tentang orang berhikmat dari perkataan ini, saya rasa kita sudah
bisa mengetahui apakah diri kita adalah orang berhikmat atau tidak. Saya orang
berhikmat, jika saya belajar juga dari pengalaman orang lain bukan hanya
pengalaman saya sendiri. Dan saya belum dan tidak berhikmat jika saya hanya
belajar dari pengalaman saya sendiri atau tidak belajar dari pengalaman sama
sekali.
Hikmat adalah kemampuan hidup dengan Baik
Poinnya adalah apakah hikmat seseorang hanya
diukur dari responnya terhadap pengalaman-nya? Bagaimana dengan
responnya terhadap apa yang terjadi saat ini, atau responnya terhadap apa yang
mungkin akan terjadi kemudian di masa depan?
Kitab Amsal menolong kita untuk tahu lebih banyak tentang hikmat. Di ayat
1&2 ditulis, ”Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel, untuk mengetahui
hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna.” Salomo menuliskan
amsal-amsal untuk menolong orang lain mengetahui hikmat dan menjadi orang yang
berhikmat itu.
Tujuan Salomo ini ditekankan berulang-ulang dalam
gaya paralelisme. Penulisan seperti ini sekaligus memperlihatkan kepada kita
aspek-aspek dari hikmat itu.
Ayat 2-6 sesungguhnya hanya menekankan satu hal,
yaitu bahwa Salomo menuliskan amsal-amsalnya supaya pembacanya memiliki hikmat.
Jika ayat ini saya tulis dengan penataan berbeda kita akan melihat gambaran tujuan
itu:
untuk mengetahui hikmat
dan didikan,
untuk mengerti kata-kata
yang bermakna,
untuk menerima didikan
yang menjadikan pandai,
serta kebenaran, keadilan dan kejujuran,
untuk memberikan kecerdasan
kepada orang yang tak berpengalaman, dan
pengetahuan
serta kebijaksanaan kepada orang muda
--
baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang
berpengertian memperoleh bahan pertimbangan--
untuk mengerti amsal
dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak.
Salomo ingin pembacanya memiliki hikmat. Memiliki
berarti mengetahui, mengerti dan menerima hikmat itu. Apa hikmat itu? Hikmat
itu adalah didikan, kata-kata-kata bermakna, kepandaian, kemampuan untuk
bersikap benar, adil dan jujur, kecerdasan, pengetahuan, kebijaksanaan, kemampuan
mencerna produk orang bijak (amsal, ibarat, perkataan dan teka-teki). Bahkan
jika kita melihat di bagian lain Alkitab, hikmat juga termasuk, kemampuan membuat
pakaian, ahli bangunan, tukang emas, pelaut/nelayan.
Untuk apa memiliki hikmat? Amsal 2 menyatakan,
supaya terpelihara, tidak salah jalan atau berdosa, hidup dengan baik. Saya
setuju dengan salah satu penafsir mengatakan bahwa hikmat sesungguhnya adalah kemampuan
untuk hidup dengan baik yang didapat melalui belajar dengan sungguh-sungguh. Seorang
anak kecil yang belajar berjalan, sering kali ia jatuh. Ia lalu bangkit lagi.
Jatuh lagi. Coba lagi. Sampai suatu waktu ia mampu berjalan. Ia memiliki hikmat
untuk berjalan. Seorang anak kelas tiga berusaha memahami pelajaran
matematikanya. Ia baca bukunya. Ia latih soal-soal yang ada. Ia bertanya kepada
teman dan gurunya. Sampai waktu ujian tiba, ia mampu melewatinya. Ia mempunyai
hikmat dalam pelajaran matematikannya. Saya ingat waktu kuliah saya di Teknik
Elektro. Kami ditugaskan membuat robot pencari cahaya. Saya pelajari
dasar-dasarnya, saya lakukan penghitungan. Saya coba rancang rangkaiannya. Saya
beli komponen Elektronik yang diperlukan. Sampai akhirnya saya bisa mampu
menyelesaikan tugas itu, saya mempunyai hikmat membuat robot itu. Seorang yang
ingin bekerja, akan berusaha melamar pekerjaan, jika sudah diterima, ia akan
belajar menguasai pekerjaannya, bekerja dengan loyal, jujur dan bertanggung
jawab. Ia pun menjadi seorang yang berhikmat dalam pekerjaannya.
Refleksi
Apakah
saudara seorang yang berhikmat? Seorang anak yang berhikmat adalah anak yang menerima
didikan orangtuanya. Orangtua yang berhikmat adalah orangtua bertanggung jawab
dan dapat diteladani. Pelajar yang berhikmat adalah pelajar yang mengerti
pelajaran gurunya. Pekerja yang berhikmat adalah pekerja yang jujur, berintegritas.
Pemimpin yang berhikmat adalah pemimpin yang benar, adil dan penuh
pertimbangan. Apakah saudara seorang yang berhikmat?
Mengenal Allah: Permulaan Hikmat
Selanjutnya, yang kedua.
Bacaan kita menyatakan di ayat 7, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
hikmat dan didikan.” Kata
“permulaan” di sini juga bisa diterjemahkan sebagai “yang utama” atau “yang
unggul.” Salomo ingin menyatakan bahwa dari semua hikmat yang dapat dimiliki
oleh manusia, maka “takut akan Tuhan” adalah hikmat yang paling utama atau
unggul. Takut akan Tuhan seharusnya jadi hikmat yang terutama dicari oleh
manusia. “Takut akan Tuhan” menunjuk pada pengenalan akan Allah dan penyerahan
diri kepada Allah. Salomo mengingatkan umat Israel bahwa itulah yang harus
terutama dicari, dipelajari, dilatih, diinginkan.
Surat 1Korintus 1:20-25 menyatakan
bahwa Hikmat Allah yang terutama itu tidak lain adalah Kristus sendiri. Namin Hikmat
yang terutama ini justru yang diabaikan oleh dunia ini. Hikmat yang terutama
ini dinggap suatu kebodohan oleh dunia. Paulus menyatakan dalam Filipi 3:10,
“yang kukehendaki ialah mengenal Dia...” Paulus tahu bahwa permulaan
pengetahuan atau permulaan hikmat itu adalah mengenal Kristus, Sang Hikmat
Allah.
Mengapa takut akan TUHAN
atau pengenalan akan Kristus adalah hikmat yang terutama? Hikmat itu sendiri
berasal dari Tuhan. Kita adalah ciptaan yang diberikan hikmat untuk hidup
dengan baik. Mengenal Kristus bukan hanya memberikan kita kemampuan untuk hidup
di dunia saat ini, tetapi juga di kehidupan mendatang.
Refleksi
apakah engkau mencari
permulaan hikmat itu, yaitu takut akan Tuhan? Apakah pengenalan akan Kristus
masih mendapat tempat di hatimu ataukah telah berganti dan tergeser oleh
berbagai kekuatiran hidup. Masihkan Sang Sumber Hikmat menjadi yang terutama
dalam hidupmu? Firman Tuhan dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Carilah hikmat yang terutama itu, maka hikmat
yang lain akan ditambahkan kepadamu.