Pendahuluan
Dalam
kisah pewayangan Mahabaratha dikenal lakon bernama Dewi Retno Savitri. Meskipun
kisahnya singkat dalam rangkaian panjang kisah Mahabaratha, namun cukup
menggambarkan kualitas sebuah cinta.
Dewi
Retno Savitri adalah anak seorang raja bernama Prabu Aswapati di negeri Madra.
Savitri menikah dengan Bambang Setiawan, putra dari seorang Brahmanaraja yang
bernama Jumatsena yang tinggal di hutan pertapaan. Karena cintanya, Savitri
memutuskan menikah meski ia tahu bahwa hidup Setiawan hanya tinggal setahun
lagi.
Savitri
meninggalkan kehidupan istana dan tinggal di sekitar hutan pertapaan bersama
suami yang dicintainya. Ia selalu menyenangkan suaminya dengan perkataan manis,
pelayanan serta kesetiaannya yang luar biasa. Meski Ia bahagia bersama Setiawan,
Savitri menyimpan kegundahan karena ajal suaminya yang setiap hari semakin
mendekat dan hal itu membuat tubuhnya secara fisik menjadi susut.
Singkat
cerita pada hari kematian sang suami, datanglah Dewa Maut Yamadipati, bertampang bengis, mengambil nyawa
suaminya. Savitri sudah mengucapkan janji bahwa Ia akan pergi kemana suaminya
pergi. Karena itu ia mengikuti dewa maut yang membawa nyawa suaminya pergi.
Waktu
demi waktu berlalu, tempat demi tempat dilalui. Savitri terus mengikuti dewa
maut itu dengan kelelahan dan kesulitan, tetapi ia tetap berjalan karena
cintanya kepada suaminya. Selama perjalanan, beberapa kali tercipta pembicaraan
antara dewa Maut dan Savitri. Dalam pembicaraan-pembicaraan itu jelaslah bagi
dewa maut bahwa Savitri sangat mencintai suaminya dan berkomitmen setia
kepadanya. Hal ini ia dapati berbeda dengan isterinya yang berselingkuh dengan
pria lain dan meninggalkannya
Karena
itu, Yamadipati sang Dewa maut berkenan mengembalikan nyawa Setiawan kepada
Savitri. Mereka juga diberi hidup 100 tahun dan dikarunia 100 orang anak.
Itulah
kisah singkat Dewi Retno Savitri yang karena cintanya ia rela melewati berbagai
penderitaan dan akhirnya mendapatkan hal-hal yang baik sebagai buah dari
cintanya itu.
Hari
ini kita belajar juga tentang cinta, tetapi bukan cinta kepada pria/wanita,
melainkan cinta kepada firman Tuhan. Senada dengan kisah Savitri, cinta itu
teruji melalui penderitaan, namun menghasilkan buah manis dalam kehidupan. Kita
akan belajar bahwa Cinta akan firman teruji oleh penderitaan namun cinta akan
firman itu juga mengubah hidup kearah yang baik. Itulah Paradoks Cinta.
Cinta akan Firman dapat Membawa Kita
kepada Penderitaan
Bagaimanakah penderitaan menguji cinta akan
firman?
Dalam bagian yang
kita baca, Ketika menjelaskan tentang poin-poin yang diikuti oleh Timotius, Paulus
menekankan secara khusus akan penderitaan dan kesengsaraan. Di ayat 10, Paulus
menyebut dengan cepat ada tujuh poin yang telah diikuti oleh Timotius. Dalam
satu ayat ada tujuh poin. Tetapi ketika menyebut tentang poin penderitaan yang
esensinya sama dengan kesengsaraan, sepertinya Paulus nampak berlama-lama. Ia
bahkan menambahkan kalimat di ayat 12, “Memang setiap orang yang mau hidup
beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” Hal ini menunjukkan Paulus
benar-benar menekankan tentang penderitaan di bagian ini. Bahkan kalau mencoba
melihat dengan lebih luas lagi. Kita bisa mendapati bahwa salah satu tema yang
di-highlight dalam surat 2 Timotius
adalah ttg penderitaan diantaranya 1:12;2:3,9;3:11-12;4:6.
Mengapa
Paulus dan juga Timotius menderita? Karena kecintaan mereka terhadap firman. Kecintaan
itu mereka tunjukkan dengan menghidupi firman Tuhan dan mereka memberitakan
firman itu di tengah-tengah dunia yang anti firman kebenaran.
Paulus
menyatakan bahwa Timotius telah mengikuti ajaran, cara hidup, pendirian, iman,
kesabaran, kasih dan ketekunan Paulus
(ayat 10). Bukan hanya itu, tetapi juga penderitaan dan kesengsaraan
Paulus (ay. 11). Kata “mengikuti“ di situ sering digambarkan dalam metafora
seorang yang menapaki jejak kaki orang yang berjalan di depannya. Apa yang
Paulus ajarkan? tentu saja ajaran firman. Bagaimanakah cara hidup Paulus? Cara
hidup yang seturut firman. Pendirian seperti apa yang dimiliki Paulus?
Pendirian yang berdasarkan firman. Dan seterusnya. Seluruh hidup Paulus berpusat pada firman.
Bukan hanya
menghidupi firman, tetapi juga memberitakan firman. Di pasal 1:11-12 dinyatakan
bahwa Paulus ditetapkan sebagai pemberita dan ia menderita karena itu. Di pasal
2:2-3, Timotius yang diundang untuk terlibat dalam pemberitaan Injil juga
ditantang untuk siap menderita. Seorang yang berkomitmen pada pemberitaan
firman akan menderita. Pelayanan Pemberita firman tidak dimaksudkan hanya dalam
fase penginjilan tetapi juga segenap pelayanan yang berkaitan dengan upaya
menyampaikan berita kebenaran.
Upaya menghidupi
firman dan memberitakannya dilakukan ditengah-tengah zaman yang anti kebenaran,
dilakukan dilakukan di lingkungan orang-orang yang menolak kebenaran. Pasal
3:1-9 menunjukkan bahwa zaman itu bahkan hingga kini adalah zaman yang sukar
yang menentang kebenaran. Produk zaman anti kebenaran inilah yang menganiaya
orang-orang yang cinta firman Tuhan.
Karena tidak
tahan penderitaan banyak orang yang beranjak dari kecintaannya terhadap firman.
Ayat 13 menyatakan bahwa Mereka hidup dalam kesesatan dan menyesatkan orang
lain. Mereka menjadi jahat dan bertambah jahat. Salah satunya Demas (4:10) yang
lebih mencintai dunia dan tidak lagi mencintai firman.
Karena itulah di
ayat 14, Paulus mengatakan kepada Timotius untuk berpegang pada firman
kebenaran itu yang telah ia terima dan yakini. Kata yang dipakai untuk “tetap berpegang” adalah “mene” yang juga diterjemahkan “tetap tinggal,
jangan beranjak.” Paulus meminta Timotius untuk tinggal jangan beranjak dari
kebenaran.
Aplikasi
Apakah saudara
saat ini menderita karena saudara berjuang melakukan firman dan terlibat dalam
pemberitaan firman? sementara saudara hidup di lingkungan yang mungkin tidak
peduli dengan firman? Mungkin kita hidup dan dibesarkan ditengah keluarga yang
fokusnya bukan firman tetapi, uang, kesuksesan, jabatan sehingga ketika kita
berjuang untuk menekuni jalan kebenaran kita ditekan, diremehkan, dianggap
tidak berarti?
Atau mungkin kita berada pada posisi mengambil ancang-ancang
melangkah keluar dari jalan hidup yang mencintai firman, karena enggan
menderita?
Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tinggal dalam
kebenaran sebagai wujud kecintaan kita akan firman itu, kendatipun harus menderita
Itulah sisi haru dari kesungguhan cinta kepada firman, yaitu
kehidupan yang menderita. Namun ada sisa tawa dari kesungguhan mencintai
firman, yaitu kehidupan yang lebih baik.
Cinta akan Firman Menghasilkan Kebaikan
bagi Hidup Kita
Bagaimanakah
kehidupan yang baik yang tercipta dari kecintaan kepada firman?
Paulus
menyatakan bahwa pengenalan akan firman telah menuntun Timotius kepada
keselamatan dalam Kristus (ay. 15). Bukan hanya berhenti pada beroleh
keselamatan, tetapi juga firman itu telah merupakan ajaran kebenaran,
menunjukkan kesalahan-kesalahan, mengubah kelakuan dan mendidiknya dalam
kebenaran (ay. 16). Karya keselamatan dan hidup yang berubah memperlengkapi
Timotius untuk melakukan pebuatan yang baik yang Allah kehendaki (ay. 17).
Perbuatan baik di sini bukan dalam arti sempit, melakukan sesuatu yang baik,
tetapi perbuatan baik di sini sejajar dengan pekerjaan baik yang dinyatakan
dalam Efesus 2:10. Perbuatan baik atau
pekerjaan baik dilihat sebagai Panggilan yang Allah dalam hidup Timotius.
Apa kebaikan
yang dilahir dari kecintaan Timotius kepada firman? Ia beroleh keselamatan, Ia
mengalami perubahan hidup dan Ia mampu menggenapi rencana Allah dalam hidupnya.
Mzm 1:1-3, “Berbahagialah orang yang
tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang
berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya
ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti
pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada
musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.”
Aplikasi
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
seorang yang mencintai firman akan beroleh buah baik dari firman itu. Apakah
buah baik itu? Keselamatan dalam Kristus Yesus, bukan hanya selamat, tetapi
juga mengalami perubahan hidup: pikiran, prasaan, karakter, perilaku, dan
akhirnya menggenapi rencana Allah dalam hidupnya.
Apakah transformasi hidup saudara
alami? Atau kehidupanmu masih berkutat pada problem dosa yang sama, perilaku
dan pikiran negatif yang sama? AKarnya pada kecintaan kita pada firman.
Apakah saudara mengerti tujuan
khusus apa yang Allah rencanakan untuk hidupmu? Jika jika belum juga mengerti
mungkin berakar pada kurangnya cinta kita kepada firman…
Hasil baik hanya dinikmati oleh orang yang sungguh
mencintai firman..
download powerpoint disini