Peristiwa kematian adalah
peristiwa yang senantiasa mengingatkan kita akan kefanaan manusia. Ketika melihat
seorang telah meninggal, kita menyadari bahwa kehidupan manusia di dunia ini ada
akhirnya.
Ketika seseorang masih hidup,
ia bisa melakukan banyak hal dalam kehidupannya. Ia bisa pergi ke berbagai
tempat, ia bisa membeli banyak benda, ia bisa membuat apa saja yang mampu
dibuat oleh tangannya, ia bisa berjumpa dan bercengkrama dengan banyak orang
yang ditemuinya. TETAPI bilamana kematian itu datang, semuanya itu berhenti
di sana. Ia tak bisa lagi pergi ke berbagai tempat, tak bisa
lagi membeli banyak benda, tak bisa lagi berbuat apa-apa, dan tak
bisa lagi menemui atau ditemui oleh orang-orang yang ia kasihi.
Inilah dampak dari kematian.
Inilah kefanaan manusia yang ditunjukkan oleh kematian. Kematian menyatakan
bahwa hidup manusia di dunia ini ada batasnya.
Pemazmur menggambarkan
kehidupan manusia yang fana itu, seperti rumput. Ketika pagi ia bertumbuh
dan berkembang, tetapi ketika petang menjadi lisut dan layu. Penggambaran
ini bukan hanya menunjukkan bahwa hidup manusia itu singkat tetapi juga
menyatakan bahwa manusia akan mengalami masa “lisut” atau “keriput”; akan
mengalami masa “layu” atau “renta.”
Kakek saya meninggal di usia
60 tahun. Ia tampak keriput dan renta di usia tuanya. Saya sekarang sudah
mencapai usia setengah dari usia kakek saya. Tinggal setengah lagi. Hidup ini singkat
dan akan menjadi “lisut dan layu seperti rumput.” Itulah kefanaan manusia.
Kehidupan manusia juga
digambarkan seperti bunga di padang yang segera hilang ketika angin datang
melewatinya. Keindahan bunga itu hilang ketika angin melintasinya. Demikian
juga kehidupan manusia, ketika kematian datang, segala keberhasilan dan
kegemilangan yang pernah dicapai BUKAN LAGI MENJADI BAGIAN DARI ORANG ITU,
tetapi hanya menjadi KENANGAN. Ini juga kefanaan manusia.
Waktu kita menyadari bahwa
ketika seorang meninggal, segala keberhasilan dan kegemilangan hidup tak dapat lagi
menopang dia, kita mungkin akan bertanya, “lalu apa yang dapat menopang dia?”
Waktu kita sadari bahwa keluarga, sahabat tak mungkin menemani melewati gerbang
kematian, lalu siapa yang akan menemaninya?
Bagian selanjutnya dari mazmur
yang tadi kita baca menyatakan bahwa orang-orang yang takut akan Tuhan, yang
berpegang pada perjanjian Tuhan dan ingat melakukan titah-Nya akan ditopang
oleh kasih setia selama-lamanya. Tuhan sendiri yang menyertai orang-orang
yang takut akan Tuhan, baik sebelum dan
sesudah orang itu mati.
Bagaimana dengan orang-orang
yang tidak takut akan Tuhan; Orang-orang yang tidak percaya yang mengalami
kematian? Alkitab menggambarkan jiwa mereka jauh dari Tuhan dan
berkat-berkat-Nya. Jiwa mereka kering. Mereka sengsara dalam cengkraman maut.
Mereka terkungkung dalam dunia orang mati dengan penderitaan dan kesengsaraan.
Tetapi orang-orang yang
takut akan Tuhan, mengalami kebaikan Tuhan. Orang-orang yang percaya kepada
Allah, ketika meninggal mereka bersama-sama dengan Tuhan. Mereka mengalami kesenangan,
sukacita karena mereka menyadari bahwa Allah menopang mereka dalam kematian.
Dalam Filipi 1:21-24 Paulus
menyatakan “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku
bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak
dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu
memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena
kamu.”
Paulus menyatakan, “mati
adalah keuntungan,” “pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu jauh lebih
baik.” Di bagian lain ia menyatakan, “terlebih suka kami beralih dari
tubuh ini.” Di mata Paulus kematian itu lebih baik dari pada kehidupan.
Dalam kehidupan kita menderita, kita sakit, kita bertemu dengan orang-orang
jahat. Tetapi ketika seorang percaya meninggal, ia mengalami kesenangan
bersama-sama dengan Tuhan.
Apakah ini berarti “kehidupan
tidak punya makna?” TIDAK. Paulus menyatakan, “seorang yang hidup lebih
berguna dari pada orang mati. Orang yang hidup bisa melakukan hal yang berguna
bagi orang lain. Orang yang hidup bisa menghasilkan buah, tetapi orang mati
tidak.”
Jadi bagi orang-orang percaya, kematian lebih
baik daripada hidup, tetapi kehidupan lebih berguna daripada kematian. Jika
kita mengalami kematian itu lebih baik daripada kita tetap hidup, tetapi jikalau
Tuhan masih ijinkan kita hidup, itu berarti kita harus lebih berguna orang lain
dan menghasilkan buah dalam kehidupan kita.
Dalam kacamata firman
Tuhan ini kita melihat bahwa kematian adalah hal yang lebih baik bagi oma yang
kita kasih. Ia telah menetap bersama-sama dengan Tuhan. Ia ditopang oleh kasih
setia Tuhan. Ia mengalami kesenangan sebagai seorang yang mengasihi dan takut
akan Tuhan.
Sedangkan bagi kita yang
masih hidup, Tuhan ingin kita lebih berguna bagi orang lain. Allah ingin kita
menghasilkan buah dalam kehidupan kita. Kehidupan di dunia ini terbatas
dan akan lisut dan layu. Dan dalam masa hidup yang terbatas ini, mari kita
terus berusaha melakukan hal yang berguna bagi orang lain. Mari kita terus
menghasilkan buah. Mari kita terus berpegang pada perjanjian Tuhan. Mari kita
terus ingat melakukan titah-Nya. Amin.