Sebentar lagi umat kristiani seluruh
dunia memperingati salah satu peristiwa penting dalam sejarah kekristenan, peristiwa
wafatnya Yesus Kristus. Kalender kita menunjukkan bahwa peringatan peristiwa
itu jatuh pada hari Jumat, 2 April 2010.
Sebagai seorang kristen, aku ingin peringatan tahun
ini tidak berlalu tanpa makna. Dalam
pada keinginan itu, maka aku mencoba menemukan makna peringatan ini bagi diri. Pikirku:
Secuil makna lumayanlah dari pada nihil!
Demi mendapat makna dari peringatan ini, segera aku membuka catatan Markus dan
membaca bagian kisah di Jumat itu:
“Orang-orang yang lewat di sana
menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: ‘Hai Engkau yang
mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah
dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!’ Demikian juga imam-imam kepala
bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan
mereka berkata: ‘Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat
Ia selamatkan! Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya
kita lihat dan percaya.’ Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan
Dia mencela Dia juga.”
Ketika aku membaca nukilan ini
berulang-ulang, pikiran dan hatiku seakan ditarik untuk menanggap bahwa pada
dasarnya ketiga kelompok orang dalam nukilan ini menyuarakan spirit yang sama. Ketiga kelompok orang-orang itu adalah
orang-orang yang lewat, imam-imam kepala/ahli Taurat, kedua orang yang
disalibkan bersama Yesus. Ketiga kelompok ini meminta seraya menghina agar
Yesus menunjukkan jati diri-Nya dengan turun dari salib dan menyelamatkan
diri.
Orang-orang yang sekadar melintas
di tempat penyaliban menghina Yesus.
Mereka menyitir perkataan Yesus sebelumnya bahwa Ia sanggup membangun
kembali Bait Suci yang dirubuhkan hanya dalam tiga hari. Mereka meminta Yesus
untuk membuktikan kemampuan-Nya membangun Bait Suci dalam tiga hari, dengan
turun dari salib dan menyelamatkan diri.
Sungguh suatu ketidakmengertian
yang memprihatinkan. Orang-orang yang
sekadar lewat ini tidak menyadari bahwa Bait Suci itu sedang dirubuhkan di atas
kayu salib dan akan segera dibangun tiga hari lagi. Mereka tidak mengerti bahwa perkataan Yesus:
“rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali,”
sebenarnya menunjuk pada kematian dan kebangkitan-Nya (Yoh. 2:21-22).
Imam-imam kepala dan ahli Taurat
mengolok-olok Yesus dengan meminta-Nya untuk membuktikan identitas-Nya sebagai Mesias
(atau Kristus). Pembuktian ini
diwujudkan dengan turun dari salib dan menyelamatkan diri. Dalam pemahaman mereka, jika Yesus sungguh
adalah Mesias yang dinantikan, maka Yesus harus menyatakannya dengan turun dari
salib itu.
Tuntutan imam-iman kepala dan ahli
Taurat ini sebenarnya senada dengan keinginan orang yang disalibkan
bersama-sama Yesus. Seorang dari
penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah
Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” (Luk. 23:39). Baik imam-imam kepala dan ahli Taurat maupun
orang yang disalib bersama Yesus, sepakat bahwa Yesus perlu membuktikan
identitas mesianik-Nya dengan turun dari salib dan menyelamatkan diri.
Sekali lagi sungguh suatu
ketidakmengertian yang memprihatinkan.
Mereka meminta Yesus membuktikan identitas mesianik-Nya dengan turun
dari salib dan menyelamatkan diri.
Mereka tidak memahami penyataan Kitab Suci mengenai Sang Mesias. Mereka tidak mendalami tulisan Musa dan para
Nabi bahwa Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam
kemuliaan-Nya (Luk. 24:26-27, 46). Mereka
mengabaikan kebenaran bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari
kematian. Justru karena Yesus adalah
Mesias, maka Ia tetap terpaku di salib itu.
Berbeda dengan ketiga kelompok ini,
Yesus menyadari sepenuhnya alasan Ia harus tetap di kayu salib itu. Ia mengerti sejak semula kehendak Allah
Bapa-Nya. Ia mengerti dengan jelas
tulisan-tulisan Musa dan para Nabi. Ia
tetap pada kayu salib itu untuk menggenapi semua itu. Ia tahu bahwa tubuh-Nya harus ‘dirombak’ dan
‘dibangun kembali’ pada hari ketiga. Ia
mengerti bahwa panggilan mesianik-Nya adalah untuk mati di kayu salib dan
bangkit pada hari ketiga.
Rupanya Jumat itu merupakan hari
yang diwarnai dengan kesalahpahaman mengenai perkataan dan identitas
Yesus. Tiga kelompok orang menghina
Yesus yang disalib karena mereka tidak mengerti perkataan Yesus dan kebenaran
Kitab Suci. Sebaliknya, Yesus tetap
terpaku di atas kayu salib karena pengertian-Nya akan kebenaran dan
identitas-Nya sebagai Mesias yang menderita.
Jumat itu
Permenungan ini menghantarku
menemukan bukan secuil melainkan sejumlah makna bagi diri,
v Ketaatan di jalan panggilan tidak pernah
lepas dari pengertian akan Firman Allah.
Keyakinan Yesus di jalan salib didasarkan pada keutuhan pengertian-Nya
atas kehendak Bapa dan kebenaran Kitab Suci.
v Mungkin setiap orang Kristen akan sampai
pada titik di mana tidak ada orang yang mendukungnya menapaki jalan
panggilan. Sahabat melupakan dan musuh
menistakan. Tetapi panggilan yang
didasarkan pada pemahaman akan Firman Tuhan, akan menghadirkan kekuatan untuk
bertahan.
v Keselamatan Kristiani melalui salib
Kristus tidak akan dapat diterima oleh siapapun yang tidak menundukkan diri
pada Kitab Suci. Keselamatan melalui
salib Kristus merupakan keselamatan yang tidak pernah terpikirkan oleh orang
yang tidak mengerti kebenaran Kitab Suci.
Keselamatan melalui salib akan ditolak bersama-sama dengan kebenaran
Kitab Suci.
v Hidup harus didedikasikan terutama untuk
mengerti kebenaran Kitab Suci. Kesedihan
terutama bukan karena kita dihina atau dinista, tetapi karena kita tidak
mengerti kebenaran Kitab Suci.
(Tulisan ini dibuat tahun 2010)