Apakah anda bersukacita saat ini? Mungkin anda
berkata, “Saya bersukacita
karena saya bisa berkuliah
di kampus favorit dan
nilai-nilai saya sangat
memuaskan”; “Saya bersukacita karena saya memiliki mobil, motor, blackberry atau benda-benda
lainnya”; “Saya
bersukacita karena baru saja sembuh dari penyakit”; “Saya bersukacita karena saya bisa mendapatkan apa saya yang saya
inginkan.”
Tetapi apakah anda akan bersukacita seandainya semua itu tidak terjadi? Bahkan yang terjadi justru
sebaliknya? Apakah anda
bisa tetap bersukacita sekalipun saudara tidak berkuliah di tempat favorit atau bahkan tidak bisa kuliah
sama sekali. Apakah anda bisa tetap bersukacita andaikata
tidak memiliki benda-benda berharga. Apakah anda bisa tetap bersukacita terbaring
sakit dan tidak bisa
disembuhkan, bahkan divonis hidupnya tinggal sebentar?
Apakah seseorang bias tetap bersukacita kendati pun kita
mengalami hal yang tidak diinginkannya?
Kebenaran firman Tuhan ini mengajarkan
kita dua hal:
Pertama, sukacita tidak ditentukan oleh kondisi
sekitar
Artinya seorang bisa tetap mengalami sukacita
meski ia mengalami hal yang tidak ia harapkan atau tidak ia inginkan.
Pada bagian Alkitab ini, Paulus menyakan dirinya
berada dalam penjara. Di ayat
13 dinyatakan, “aku dipenjarakan.” Di ayat 14, “pemenjaraanku.” Di ayat 17,
“dalam penjara.” Menariknya, di ayat 18 dinyatakan bahwa kendatipun Paulus berada di dalam penjara, ia
bersukacita. Bahkan lebih jauh lagi Paulus mengatakan, di
pasal 2:17, bahwa “sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah
imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.”
Bagian ini menunjukkan bahwa bukan kondisi sekitar yang
menentukan sukacita seseorang. Paulus mengalami pemenjaraan, tetapi bersukacita. Oleh karena itu, seorang bisa saja mengalami sukacita meski
kondisi sekitarnya tidak seperti yang diharapkan.
Kisah jemaat di Makedonia juga meneguhkan
kebenaran ini. Dalam 2Kor. 8:2 dinyatakan
bahwa, “Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita
mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam
kemurahan.” Jemaat Makedonia tetap bersukacita kendatipun mereka menderita. Dan
sukacita ini terlihat dari kemurahan hati mereka untuk memberi meski mereka
orang-orang miskin.
Jadi Apakah kita bisa tetap bersukacita kendati
pun kita mengalami hal yang tidak kita inginkan? Jawabannya BISA! Karena bukan kondisi sekitar kita
yang menetukan sukacita kita.
Aplikasi
Saat kita tidak berada dalam penjara. Tetapi
mungkin hidup kita terpenjara oleh berbagai penderitaan dan kesulitan. Kita
mengalami pergumulan dan permasalahan. Mungkin ada yang terpenjara oleh
persoalan ekonomi, terpenjara oleh konflik keluarga, terpenjara oleh masalah
penyakit, pendidikan, relasi.
Ingat satu hal kondisi apa pun yang kita alami,
itu tidak membuat saudara tidak lagi dapat merasakan sukacita. Persoalan
ekonomi, penderitaan, penyakit, masalah keluarga tidak menetukan sukacita anda dan saya. Sekali lagi, sukacita
tidak ditentukan oleh kondisi sekitar.
Kita lantas bertanya, “kalau begitu apa yang
menetukan sukacita kita?” Apa yang bisa membuat kita bersukacita dalam berbagai
kondisi?
Sukacita ditentukan oleh keyakinan akan karya Agung
Allah dalam tiap kondisi.
Kita akan tetap mengalami sukacita dalam
kondisi apapun, apabila kita meyakini bahwa Allah tetap berkarya dalam kondisi
apapun yang kita alami. Jadi tugas kita untuk menemukan apa yang Allah kerjakan melalui kondisi apapun
yang kita alami.
Paulus berhasil memahami karya Allah yang Agung
itu dibalik peristiwa yang dialaminya, ini membuatnya tetap bersukacita
kendatipun berada dalam penjara. Ia mampu melihat bahwa dibalik pemenjaraannya,
Allah mengerjakan rencana-Nya yang agung.
Apakah karya Allah dibalik pemenjaraan Paulus? Mari
kita lihat ayat 12, “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa
apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil.”
Kemajuan Injil inilah yang merupakan karya Allah dibalik pemenjaraan Paulus.
Kemajuan Injil terlihat dari dua sisi. Pertama
karena Paulus dipenjarakan, berita Injil bisa sampai ke Istana. Raja
dan penghuni istana tahu berita tentang Kristus. Ini terlihat di ayat 13, “sehingga
telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan
karena Kristus.” Dan lebih menarik lagi karena berita Injil ini pertama-tama keluar
dari mulut para pendakwanya. Ini yang tertulis di ayat 15, 17.
Para pendakwa Paulus ini secara tidak langsung
memberitakan Kristus kepada raja yang mengadili Paulus. Para pendakwa ini
mengemukakan kisah Kristus dalam dakwaan mereka dengan sehingga seluruh istana
akhirnya tahu berita tentang Kristus. Bagi para pendakwa Paulus berharap Paulus
semakin lama dipenjarakan. Tetapi Paulus melihat itu justru membuat istana
berita Injil Kristus.
Kemajuan Injil terlihat juga dari sisi pengikut-pengikut
Paulus. Di ayat 14,16, dinyatakan bahwa dengan penjaranya Paulus,
pengikut-pengikutnya semakin berani dan giat memberitakan Injil. Mereka tidak
takut lagi dipenjarakan karena mereka melihat teladan Paulus yang berani
membela Injil. Sekali lagi Injil diberitakan.
Paulus menyadari bahwa dibalik pemenjaraannya
berita Injil semakin meluas pemberitaannya, karena itu ia bersukacita meski
dipenjara.
Allah punya alasan untuk setiap hal yang Ia
ijinkan terjadi dalam hidup kita. Menemukan alasan ini melahirkan sukacita
dalam hidup kita. Menemukan alasan ini tidak mudah karena membutuhkan kepekaan
rohani. Seorang yang mampu melihat kehendak Allah dibalik kondisi yang
dialaminya adalah seorang intim dengan Tuhan.
“Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan
tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di
dalam kasihNya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam
kamu dan sukacitamu menjadi penuh.” (Yohanes 15:10-11).
Jadi Langkah awal untuk memiliki sukacita
sejati adalah harus melekat kepada Tuhan. Dengan melekat pada Tuhan, kita akan
memahami karya-Nya dalam tiap kondisi yang kita alami. Ketika kita sudah
memahaminya, maka akan timbul sukacita.
Ada seorang ibu yang ditinggal mati oleh
suaminya. Peristiwa ini sangat menyakitkan bagi ibu ini. Suaminya meninggal
tertabrak mobil di depan rumahnya ketika hendak menuju salon untuk potong
rambut. Biasanya kalau suaminya potong rambut bareng dengan isteri, jadi
sekalian. Hari itu baru sekali-sekalinya suami potong rambut sendiri. Itu pun
di salon seberang rumah, tidak jauh. Jalan yang dia sebrangi pun bukan jalan
lebar. Mobil jarang lewat di situ, tetapi hari itu kok pas mobil lewat dengan
kecepatan tinggi. Suaminya akhirnya meninggal.
Sekitar dua tahun ia tidak bisa menerima
kematian suaminya, sampai suatu waktu ia menyadari ada yang berubah dari
dirinya. Kalau dulu ketika suami ada apa-apa andalkan suami, bahkan Tuhan pun
rasanya tidak dibutuhkan, tetapi dua tahun terakhir apa-apa doa, tanya Tuhan.
Akhirnya dia memahami bahwa sebenarnya melalui kematian suaminya ia diajarkan
arti berharap sepenuhnya pada Tuhan. Kesadaran inilah yang membuatnya sukacita
atas karya Allah atas dirinya.
Aplikasi
Ketika kita menghadapi kondisi yang tidak kita
inginkan, ingat bahwa kita bisa tetap bersukacita dalam kondisi tersebut.
Sukacita ini lahir dari pemahaman akan karya atau alasan Allah dibalik setiap
kondisi yang kita alami. Dan untuk memahami ini kita perlu memiliki hubungan
yang dekat dengan Allah.