Kemerosotan bangsa ini tidak
dapat dipisahkan dari minimnya kepekaan dan keberanian orang Kristen untuk
ambil bagian dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Di tengah banyaknya persoalan bangsa entah itu di bidang
pendidikan, ekonomi, birokrasi, atau pun hukum, banyak orang Kristen lebih tertarik untuk memikirkan kepentingan sendiri sembari menyebarkan semangat pesimistik
menghadapi persoalan bangsa
yang ada.
Kisah Daud menginspirasi dan mengingatkan
kembali orang Kristen untuk tidak egois dan pesimis, sebaliknya dengan kesadaran siap
berkorban dan optimis, memilih untuk ambil bagian dalam menyelesaikan persoalan
bangsa.
Perikop yang kita baca
mengemukakan salah pergumulan besar Israel pada saat itu adalah peperangan
melawan bangsa sekitar, secara khusus Filistin. Dari narasi yang tertulis dinyatakan bahwa pasukan bangsa
Israel sedang berhadapan dengan pasukan bangsa Filistin. Dari bangsa Filistin
tampil seorang pendekar, yang biasa bertarung, bernama Goliat. Goliat menantang
Israel untuk duel. Setelah 40 hari (17:16), tidak ada seorang pun dari bangsa
Israel yang berani melawan Goliat. Mereka dilanda ketakutan dan kecemasan
(17:11,24).
Ketika Daud hadir di perkemahan
orang Israel untuk menanyakan kabar saudara-saudaranya yang ikut berperang, ia
mendengar Goliat yang menantang Israel. Daud mengusulkan dirinya untuk
diijinkan melawan Goliat (17:32). Ia menyadari bahwa tidak ada satu pun
prajurit yang berani melawan Goliat. Ia tahu bahwa tawar hati/pesimistis
melanda prajurit Israel. Sikap Daud ini bukan sikap gegabah tanpa pertimbangan.
Keberanian Daud didasarkan atas keyakinan akan kuasa Allah yang
memberkati Israel dan dirinya. Daud menyadari bahwa Allah mengasihi bangsanya
dan bahwa Israel adalah barisan Allah. Karena itu ia yakin bahwa Allah akan
menyertai dan menolongnya melawan Goliat (17:34-36).
Pada kisah selanjutnya, kita
melihat bahwa Daud akhirnya maju dan mengalahkan Goliat. Ia menjadi agen Allah
untuk menyelesaikan persoalan bangsanya di tengah-tengah menjalarnya semangat
individualis (yang mencari keamanan diri) dan pesimistik bangsanya menghadapi
Goliat dan Filistin.
Orang
percaya ditantang untuk memilih bersikap egois dan pesimis atau sebaliknya memilih
untuk berdampak dan menjadi agen Allah membawa perubahan dan solusi bagi
persoalan bangsa dalam berbagai bidang. Allah menyertai dan menolong umat-Nya
yang memutuskan untuk mengambil sebuah peran dalam menyelamatkan bangsanya. Ada
kuasa Allah menyertai orang-orang yang berani menjadi agen perubahan bangsanya
yang terpuruk. Apa pilihan saudara?
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh
belas kasihan kepada mereka,
karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang
tidak bergembala. (Mat. 9:36)
Pertanyaan Rekfleksi:
1.
Apakah pergumulan
bangsa yang menggugah saudara untuk ambil bagian menyelesaikannya?
2.
Kendala apa yang
menyulitkan, ketika saudara memilih untuk berdampak dan
menjadi agen Allah menyelesaikan persoalan bangsa?