Saudara bisa melihat penjelasan saya perihal alasan mengapa dalam PL dan PB terdapat perbedaan perintah Allah berkenaan dengan makanan haram dan halal, disini.
Berikut ini diskusi saya (melalui email) dengan seorang bapak bernama HW menanggapi powerpoint saya tentang makanan Haram & Halal menurut Alkitab. Semoga menjadi berkat bagi pembaca.
HW :Selamat malam... Maaf mau
tanya, kita dari gereja mana?
Victor :Sekarang
bergereja di ***** (salah satu gereja di Banten).
HW: Apa itu **** (menyebutkan kembali gereja tempat saya
berbakti)?
Victor:Gereja **** jemaat **** (menjelaskan nama lengkap gereja)
sumber: amazingdiscoveries.org
HW:OhhhSaya baca td bahan khotbah tentang makanan haram....
mengatakan bahwa di dalam perjanjian baru makanan haram spt babi dan binatang
haram lainnya di perbolehkan.Saya mau tanya
pak.... Tuhan itu kan tidak berubah.... kenapa dlm perjanjian lama tdk boleh dan
perjanjian baru boleh. Kan di dlm perjanjian baru tdk ada yg mengatakan bahwa
babi atau binatang haram lain boleh di makan?
Victor: Terima kasih responsnya, Saya coba pakai analogi pisau untuk menjelaskan: Jika
seorang anak balita mencoba mengambil sebuah yang terletak di atas meja, maka
saya akan melarangnya. Atau menjauhkan pisau itu dari jangkauannya. Mengapa
karena saya tahu balita tersebut tidak mengerti apa yang bisa terjadi dgn pisau
di tangannya. TETAPI ketika bayi itu telah menjadi wanita dewasa dan
berusaha mengambil pisau tersebut, saya tidak akan menghalanginya.. mengapa?
Karena saya tahu bahwa dia telah mengerti bagaimana menggunakannya. Pertanyaannya..
apakah saya berubah sikap tentang pisau?
Firman Tuhan
hari ini atau khotbah hari ini diberi judul be real the real you.
Bagian ini mau mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kehidupan kita,
saudara dan saya, di dunia maya atau online. Untuk bisa beraktivitas di dunia
maya (dunia tidak riil) kita membutuhkan perangkat elektronik yang secara umum
disebut gadget. Gadget bisa merujuk pada smartphone, Tab, PC ataupun laptop, TV
dan Virtual Reality (VR) dan lain sebagainya.
Saya mengajak saudara melihat 1
video berikut
Video ini menggambarkan dampak atau akibat yang diderita oleh Sohu karena
terlalu terlalu banyak atau terlalu lama bermain game di Smartphonenya. Sohu
kecanduan game, bermain dari pagi hingga malam tanpa istirahat, kemudian
mengabaikan peringatan ibunya dan akhirnya terjadilah kebutaan tersebut. Menatap
layar gadget dalam batas normal berdasarkan penelitian tidak merusak mata. Yang
merusak mata adalah ketika itu melewati batas normal. Di saat mata seharusnya
beristirahat atau rileks kemudian dipaksa bekerja membuat mata menjadi lelah
dan dampaknya membuat gangguan penglihatan.
Kesehatan mata yang memburuk
merupakan salah satu saja dampak dari terlalu lama menggunakan gadget untuk
online, berinteraksi di sosial media ataupun untuk bermain game. Sebuah
penelitian menunjukkan fakta bahwa terlalu banyak menggunakan Smartphone atau
gadget terlalu lama membawa dampak negatif lain diantaranya tidak stabilnya
mood atau emosional seseorang; sangat mudah rasa cemas, marah, tidak bisa
bersabar. Selain itu, relasi sosial yang riil, yang nyata, dengan orang-orang
yang ada di sekitar menjadi terganggu. Bisa dengan orangtua atau keluarga, atau
teman-teman di sekitarnya. Cenderung menyendiri meski ada di tengah-tengah
sekelompok orang. Sulit berkomunikasi secara riil. Dan yang paling
mengkhawatirkan adalah hancurnya relasi dengan Tuhan: malas beribadah, malas
berdoa, malas baca Alkitab. Sehingga lahirlah generasi yang menolak Tuhan.
Saudara salahkah kita menggunakan
teknologi? kelirukah jika kita memanfaatkan gadget di dalam kehidupan kita? Apakah
contoh-contoh tadi mau menunjukkan bahwa kita tidak boleh bermain game atau
kita tidak boleh online? Tidak boleh menggunakan gadget?
Motivasi yang benar Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Kerajaan Allah
Saudara, teknologi yang kita miliki,
peralatan yang kita gunakan termasuk gadget, merupakan sesuatu yang bersifat
netral; yang membuatnya menjadi tidak netral adalah motivasi atau alasan kita
menggunakannya.
Dalam bagian yang kita baca kita
diperlihatkan dua motivasi yang tiap orang pasti miliki, sadar atau tidak,
sengaja atau tidak, ketika ia menggunakan atau melakukan apapun. Rasul Yohanes
mengingatkan jemaat pada saat itu untuk memperhatikan dua motivasi itu. Dua
motivasi itu adalah motivasi mengasihi dunia atau motivasi mengasihi Allah
Bapa. Ayat 15-17 seperti membandingkan dua motivasi ini. Mengasihi dunia atau
mengasihi Bapa (ay. 15); berasal dari dunia atau berasal dari Bapa (ay.16),
sedang lenyap atau hidup selama-lamanya (ay.17). Yohanes mengingatkan sebagai
orang percaya, maka jemaat seharusnya menolak motivasi keduniawian dan memilih
mengasihi Allah sebagai motivasinya.
Mengasihi dunia berarti mengikuti
keinginan daging atau dosa sedangkan mengasihi Allah berarti melakukan kehendak
Allah; mengasihi dunia berarti menuruti keinginan mata memuaskan keinginan mata
dan apa yang nampak, sedangkan mengasihi Allah berarti memperbaharui hati,
karakter dan kerohanian, yang tidak nampak; kasih kepada dunia membawa pada
keangkuhan hidup atau kesombongan diri, sedangkan kasih kepada Bapa membawa
pada peninggian Tuhan dalam kehidupan kita.
Dalam surat
Paulus kepada jemaat Korintus ada prinsip yang sangat cocok diterapkan pada
masa kini. 1Korintus 10:23, “"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar,
tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan."
Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” Pada masa itu orang berselisih
paham tentang makanan yang boleh dan tidak boleh. Paulus mengingatkan bukan
persoalan boleh tidak boleh, melainkan berguna atau tidak, membangun atau
tidak.
Sesuatu yang
sesuai kehendak Allah adalah sesuatu yang berguna: bagi diri sendiri-bagi
sesama-bagi Kerajaan Allah. Aktivitas yang mengasihi Allah adalah aktivitas
yang membangun: relasi diri sendiri-relasi dengan sesama-relasi dengan Allah.
Prinsip Berguna
dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan ala Paulus ini juga berlaku dalam penggunaan
teknologi dan di dunia maya. Artinya silahkan beraktivitas di dunia maya,
silahkan menggunakan gadget sejauh itu Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan.
Namun ketika aktivitas itu merusak diri, mengganggu relasi dengan orang lain,
membuat ibadah dan relasi dengan Allah diabaikan, maka itu sudah tidak lagi
mengasihi Allah, melainkan keduniawian.
Ilustrasi
sumber: medium.com
Bagan 1: Jika media sosial menjadikan kita anti sosial dan kehilangan kehangatan komunikasi secara nyata, maka itu tidak lagi Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan.
sumber: utdmercury.com
Bagan 2: Sebuah survey yang dilakukan di Australia, menunjukkan fakta berikut.
Aplikasi
Saudara yang dikasihi oleh Tuhan, mari
sejenak merenungkan kembali. Selama ini ketika engkau berinteraksi dengan
smartphonemu, atau ketika kamu online,
ketika bermain games; seberapa berguna itu bagi dirimu-sesama dan Allah? Apakah itu mengganggu studimu? apakah itu
menyita waktu istirahatmu? apakah itu mengganggu waktumu berelasi dengan orang
tua? apakah itu membuat emosi mau tidak stabil apakah itu membuat kamu mudah
marah, mudah tersinggung? apakah itu membuat kamu malas beribadah, berdoa baca
Alkitab?
Atau sebaliknya ketika kamu
menggunakan Smartphonemu belajar firman Tuhan, kamu cari kebenaran? Apakah aktivitasmu di
dunia maya mendukungmu dalam membangun kehidupan rekanmu, menjadi berkat bagi
orang lain? kamu bukan hanya jadi konsumen dari segala hal yang ada di dunia
maya tapi kamu juga produsen menghasilkan konten-konten yang kreatif dan positif?
Apakah postingan dan tulisan-tulisanmu menolong orang semakin dekat dengan
Tuhan? apakah penggunaan gadget atau juga komputer atau juga smartphonemu
membuat relasi dengan orangtua menjadi lebih baik? kamu bisa menunjukkan
perhatian kepada mereka dengan menggunakan semua itu. Kamu bisa memakai itu
untuk mengenang momen-momen dengan orang-orang di sekitarmu.
Saudara-saudara kita sebagai orang
percaya dipanggil untuk memiliki motivasi yang benar, yaitu motivasi yang
mengasihi Allah dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi yang berkembang
saat ini;
Bacaan kita menunjukkan
bahwa kedewasaan karakter Kristen bisa saja dimiliki oleh orang yang secara
usia relatif lebih muda. Yang menjadi ironi, terkadang kedewasaan karakter
justru tidak terlihat dari orang yang secara usia lebih tua.
Bagaimana memiliki
kedewasaan karakter?
Penentu kedewasaan karakter Kristiani
Dalam perikop yang kita
baca, penulis kitab Samuel ingin membandingkan dua figur, yaitu figure
anak-anak Eli dan figure Samuel. Ada seorang penafsir yang memberikan judul
pada perikop ini, bad boy and good boy.
Figur anak-anak Eli bernama Hofni dan Pinehas, sebagai figur Bad Boys, di ayat 12-17 dinyatakan
sebagai orang-orang dursila. Dursila kalau dalam Alkitab bahasa Inggris disebut
good for nothing. Suatu figur
seseorang yang tidak ada baiknya, tidak ada kebaikan di dalam dirinya.
Anak-anak Eli digambarkan sebagai figur yang serakah, yang mengambil apa
yang bukan menjadi hak mereka. Di dalam Imamat 7:34 dinyatakan, “karena dada
persembahan unjukan dan paha persembahan khusus telah Kuambil dari orang Israel
dari segala korban keselamatan mereka dan telah kuberikan kepada Imam Harun,
dan kepada anak-anaknya; itulah suatu ketetapan yang berlaku bagi orang Israel
untuk selamanya.” Berdasarkan ketetapan Tuhan, bagian mereka seharusnya dada
dan paha dari hewan korban persembahan, tapi yang mereka lakukan justru
berbeda. Mereka mengambil segala yang ditarik dengan garpu
bergigi tiga. Bahkan di ayat 16 mereka juga mengambil lemak. Lemak adalah
bagian dari kurban sembelihan yang hanya diperuntukkan bagi Tuhan.
Kejahatan lainnya, di ayat 22 adalah mempraktekkan perzinahan, yang menjadi
kebiasaan penyembahan berhala, dalam ritual ibadah di Kemah Pertemuan (atau
Bait Allah pada masa itu). Mereka sesungguhnya sudah diperingatkan oleh
orang-orang termasuk ayah mereka sendiri, tetapi mereka tidak peduli (ay.25). Kisah
selanjutnya Allah menghukum mati anak-anak Eli.
Lain halnya dengan the good boy,
Samuel. Samuel yang jauh lebih muda dari anak-anak Eli. Samuel melayani Tuhan
dengan baik dalam pengawasan Eli. Di usia yang masih anak-anak, sebagai
penolong imam Eli, Samuel sangat memperhatikan pelayanan dengan baik. Ayat 18
dinyatakan bahwa Samuel memakai baju Efod. Peraturan ini merupakan ketentuan
atau peraturan yang harus dilakukan bagi para imam pelayan di Kemah Pertemuan.
Kerelaan dan perhatian Samuel dalam melayani mendatangkan berkat bagi
keluarganya. Allah mengaruniakan anak laki laki dan perempuan bagi orangtua
Samuel. Perikop ini yang kita baca ditutup dengan Samuel yang bertumbuh dan
makin disukai Allah dan manusia.
Samuel menaati dengan baik peraturan bagi para imam yang melayani,
sedangkan anak-anak Eli mengabaikannya. Pelayanan Samuel menjadi yang disukai
Allah dan manusia, sedangkan anak-anak Eli dikeluhkan oleh orang banyak dan
juga ayah mereka. Ketaatan Samuel menghadirkan berkat bagi keluarganya, sedangkan
anak-anak Eli menyusahkan orangtuanya.
Saudara-saudara apa yang menjadi penentu kedewasaan karakter Samuel, diusia
yang masih sangat muda? Dan mengapa ia begitu berbeda dengan Hofni dan Pinehas,
yang secara usia jauh lebih tua? Jawabannya ditemukan dalam sebuah frasa “di
hadapan Tuhan.” Sebuah frasa yang sangat penting dalam kitab Samuel secara umum
dan secara khusus dalam perikop yang kita baca, yaitu “di hadapan TUHAN.” Frasa
ini diulang lebih dari 30 kali di dalam Kitab 1 Samuel dan 2 Samuel. Secara
khusus di dalam perikop yang kita baca frasa ini diulang sebanyak 4 kali yaitu
di ayat 17 18 21 dan 26.
Mengapa Samuel memiliki kedewasaan karakter Kristiani? Karena ia senantiasa
menyadari bahwa hidupnya ada di hadapan Tuhan. Kesadaran bahwa hidup terbuka di
hadapan Tuhan ini, dibangun dari pengenalan akan Kemahatahuan dan kemahahadiran
Allah.
Kehidupan yang terbuka di hadapan Tuhan juga digambarkan dengan jelas dalam
Mazmur 139:1-12. Mari kita baca Mazmur ini bersama-sama. Tuhan tahu kita duduk
atau berdiri, berjalan atau berbaring. Tuhan tahu pikiran ataupun perkataan
kita. Tuhan melihat, memperhatikan dan akan mengevaluasi kehidupan kita. Tidak
ada tempat yang tersembunyi dari Allah, bahkan di dunia orang mati pun Tuhan
ada.
Seorang yang memiliki kedewasaan karakter Kristiani adalah seorang yang
senantiasa melihat hidupnya berada dan terbuka di hadapan Tuhan.