Pemimpin akan benar-benar bisa memberikan kontribusi
berarti bagi orang yang dipimpinnya apabila ia memimpin dengan visi. Dan salah
satu problem mendasar dari visi kepemimpinan adalah ketidaktahuan akan sumber
visi itu sendiri. Perikop yang kita baca memberikan petunjuk bagaimana visi
hadir dalam kepemimpinan seseorang.
Visi Berasal dari TUHAN
Visi kepemimpinan Musa dinyatakan ketika Musa
berjumpa dengan Tuhan di gunung Horeb. Tuhan menampakkan diri melalui semak
duri yang menyala tetapi tidak terbakar (ay. 1-5). Melalui penglihatan itu
TUHAN menyatakan sebuah visi kepada Musa untuk dikerjakan, yaitu membawa umat
Allah keluar dari Mesir (ay. 10). Hal yang serupa juga dialami oleh Yeremia.
Visi pelayanan Yeremia dinyatakan kepadanya oleh Allah melalui firman yang
datang kepadanya (Yer. 1:4-5). Seorang pemimpin yang merindukan sebuah visi
hendaklah datang kepada Tuhan, Sang Sumber Visi (look to God)
Visi didorong oleh Kepedulian
terhadap orang lain
Visi juga selalu
berkaitan dengan orang lain. Karena itu kepedulian terhadap orang lain akan
mendorong terbentuknya sebuah visi. Sebelum Allah menyatakan visi kepada Musa,
terlebih dahulu Allah membukakan realita perbudakan yang dialami Israel untuk
kemudian mengarahkan Musa kepada suatu visi pembebasan Israel (2:23-25; 3:7-9).
Allah memang sering membukakan realita yang terjadi
di sekitar umat-Nya untuk menggerakkan mereka mengerjakan suatu visi. Contoh
lain misalnya Nehemia. Allah menggerakkan Nehemia untuk memimpin pembangunan
tembok Yerusalem, setelah ia mendengar kondisi Yerusalem dari Hanani. Hanani
menceritakan bahwa Israel yang tercela
dan tembok Yeruselem roboh. Nehemia tergerak hatinya dan akhirnya terbeban
membangun tembok Yerusalem (Neh. 1:1-4; 2:5). Seorang pemimpin yang merindukan
sebuah visi hendaklah membuka hatinya lebar-lebar bagi orang lain di sekitarnya
(look around).
Respons manusiawi
yang timbul bila mana visi Allah dinyatakan adalah respons yang mempertanyakan
kualifikasi diri. Hal ini juga yang menjadi respons Musa ketika Allah
menyatakan sebuah visi kepadanya, “Siapakah aku ini, ...” (ay. 11). Respons
manusiawi seperti ini dilatari oleh anggapan bahwa pengerjaan visi bergantung
sepenuhnya pada diri manusia, yang sesungguhnya bergantung pada Allah. Karena
itu Allah memberikan pertanyaan reflektif kepada Musa, “bukankah Aku akan
menyertai engkau? ...” (ay. 12). Allah yang memanggil, Allah juga yang akan
memperlengkapi dan mengutus para pemimpin untuk mengerjakan visi yang Ia
nyatakan kepada mereka.