Manusia ada di dunia karena
diciptakan melalui Firman, manusia dapat tetap hidup oleh topangan Firman Allah
dan bahkan manusia dapat diselamatkan menuju hidup yang kekal, karena percaya
kepada Firman yang diberitakan. Oleh karena itu sudah sepatutnya hidup manusia
diabdikan kepada Firman Tuhan. Salah satu pokok doa Tuhan Yesus bagi para murid
adalah supaya mereka mempunyai komitmen yang lebih terhadap Firman Tuhan,
“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Pengudusan
dalam Firman bermakna mendedikasikan dan memfokuskan diri pada firman Tuhan.
Hidup seorang murid yang
didedikasikan dan difokuskan pada firman, akan memperlengkapi mereka untuk
melakukan pekerjaan baik yang Allah rencanakan dalam hidup mereka. Hidup yang
dikuduskan dalam firman membuat iman bertumbuh, sebab di dalam firman kita
beroleh hikmat, di dalam firman kesalahan disingkapkan, dan di dalam firman
kelakuan diperbaiki. Dengan demikian keutuhan hidup seorang murid baru dapat
terbentuk dalam kehidupan yang didedikasikan dan difokuskan pada Firman Tuhan.
Apakah hidup saudara merged in the Word? Hidup yang menyatu dengan firman, salah
satunya, ditandai dengan penghargaan terhadap waktu membaca dan merenungkan
firman. Dalam konteks komunitas Kristiani itu berarti penghargaan terhadap
waktu ibadah Minggu, waktu doa keluarga, dan waktu teduh pribadi - dimana di
dalam semua itu, firman Tuhan dibahas secara khusus.
“Alkitab, dan hanya
Alkitab, tanpa penambahan dan pengurangan apa pun oleh manusia, adalah
satu-satunya tuntunan yang memadai bagi setiap pribadi, sepanjang waktu dan
dalam setiap keadaan” - Michael Faraday
Pada ayat 5 dinyatakan, “Akulah pokok anggur
dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa.” Jika merenungkan ayat ini, kita mungkin berpikir bahwa bukankah
banyak orang yang tidak percaya kepada Kristus dapat melakukan hal-hal yang
berguna bagi orang lain? bukankah banyak orang yang bukan Kristen yang justru
dapat berbuat banyak hal dalam kehidupannya?
Sebut saja, Profesor Stephen William Hawking yang menerima tiga belas
gelar kehormatan, banyak penghargaan, medali dan hadiah di bidang ilmu
pengetahuan. Beliau juga menulis banyak buku best-seller. Salah satu karya besarnya adalah The Grand Design,
Sumber: sentonmission.com
sebuah buku yang
diakui banyak ilmuwan. Apakah hidupnya tidak berbuah banyak? Apakah ia tidak
dapat berbuat apa-apa?
Kehidupan yang berbuah banyak, dalam konteks
firman Tuhan ini, merupakan kehidupan yang dilihat dari perspektif Kerajaan
Allah. Seorang yang hidupnya tidak berpusat pada Kristus, maka tidak mungkin
dapat berbuat apa-apa bagi Kerajaan Allah. Seorang yang hidupnya tidak tinggal
di dalam Kristus, maka tidak mungkin baginya untuk berguna bagi Kerajaan Allah.
Seseorang bisa saja
mempunyai banyak pencapaian, tetapi sejauh mana pencapaiannya memuliakan Tuhan.
Seseorang bisa saja melakukan banyak hal, tetapi sejauh mana yang dilakukannya
memuliakan Allah Bapa. Hanya hidup yang berpusat pada Kristus, hanya hidup yang
tinggal pada pokok anggur, membuat kehidupan yang berbuah banyak bagi Kerajaan
Allah menjadi keniscayaan.
Tuhan, tolonglah aku
untuk tetap tinggal di dalam-Mu, di dalam relasi yang dekat dengan-Mu, dengan
demikian hidupku boleh menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah dan senantiasa
memuliakan Allah dalam setiap hal yang aku lakukan
Ada
satu profesi yang tergolong profesi unik. Meskipun tergolong unik, keberadaan
profesi ini sudah sangat tua, sudah ada bahkan pada zaman Perjanjian Lama.[1] Profesi
ini dianggap cukup penting di negara-negara dari Afrika, Timur Tengah dan Cina.
Profesi itu adalah peratap profesional, yang fungsinya untuk meratapi kepergian
almarhum sesedih mungkin hingga membuat suasana di rumah duka menjadi lebih
memilukan.[2]
Para
peratap profesional ini rupanya merupakan suatu keterampilan yang bisa dilatih.
Nah berikut ini sebuah video yang menunjukkan pelatihan para peratap.[3]
sumber: google.com
Bahkan
saya mendapati di salah satu majalah online membahas tentang seseorang yang
pasang tarif lumayan untuk menjadi peratap di suatu pemakaman. $50 untuk menangis biasa, $100 untuk
menangis histeris, $150 untuk menangis
sambil guling-guling di lantai, $200 untuk menangis
dan mengancam lompat ke dalam lubang kubur, yang paling mahal $1000 untuk menangis plus beneran lompat ke dalam kubur.[4] Khusus
yang bagian akhir ini, harus ditambahkan “(kecuali pemakaman model kremasi).”
Sebenarnya
profesi ini punya motivasi yang baik, motivasi ini terlihat dari kesaksian
seorang ibu yang menjadi peratap profesional kepada BBC News dalam video
berikut.[5]
Dalam
duka, seorang anggota keluarga mungkin tidak tahu bagaimana harus menangis, dan
peran peratap profesional adalah menolong mereka. Ada yang berminat part time?
Hari ini kita bersama belajar dari firman Tuhan juga
tentang peratap. Tetapi bukan peratap kematian melainkan peratap dosa. Bukan
menangisi kematian seseorang yang kita kasihi, melainkan menangisi dosa-dosa
yang kita lakukan. Berdukacita bukan karena ditinggalkan kerabat kita,
melainkan berdukacita karena dosa kita. Paling tidak ada dua kebenaran yang
kita dapat pelajari pada hari ini:
Berdukacita: Karakter Wajib bagi Setiap Orang Kristen
sumber: lilinkecil.com
Dalam buku Berkat dari Kerendahan Hati, dinyatakan bahwa karakter berdukacita
karena dosa adalah karakter yang harus dimiliki oleh semua orang Kristen,[6] harus
dimiliki. Dalam bagian Alkitab yang tadi kita baca, seluruh umat itu, tanpa
kecuali, sebagai satu bangsa dikumpulkan untuk berdukacita karena dosa-dosa
mereka. Baik orangtua maupun anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu,
dipanggil untuk berdukacita di hadapan Tuhan. Semua wajib berdukacita. Mirip jika
membandingkan dengan kisah pertobatan bangsa Niniwe, dimana semua penduduk
diperintahkan berkabung. Bahkan bukan hanya manusia, hewan pun diperintahkan
untuk berkabung karena dosa.[7]
Berdukacita karena dosa mempunyai dua
esensi yang tidak boleh dipisahkan. Esensi yang pertama adalah hati yang
menyesali dosa, hati yang koyak oleh penyesalan. Di ayat 12, terdapat frasa
“segenap hatimu,” sedangkan di ayat 13 dinyatakan “koyakkanlah hatimu.” Esensi
yang kedua, yang salah seorang penafsir katakan sebagai, “bagian yang terlihat
dari proses pertobatan.” Itulah “dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan
mengaduh” (ay. 12). Tidak selalu ketiga hal ini dilakukan, Nabi Yoel
menyebutkan ketiganya untuk menggambarkan bentuk-bentuk yang kelihatan dari
ekspresi dukacita.[8]
Jadi saudara-saudara yang dikasihi
Tuhan, Berdukacita karena dosa adalah karakter wajib dimiliki oleh setiap orang
Kristen, sebagai umat Tuhan, tanpa kecuali. Dan karakter ini diekspresikan dari
dalam diri melalui hati yang menyesali dosa diikuti dengan ekspresi yang
kelihatan melalui tangisan, ratapan atau puasa.
Perbedaan orang percaya atau umat
Tuhan daripada orang lain adalah bukan karena kita tidak pernah berdosa lagi,
bukan. Melainkan pada dukacita akan dosa. Orang yang sudah diselamatkan, akan
berdukacita akan dosa-dosanya. Dukacita itu dimulai dari kesadaran akan
keberdosaan kita.
Aplikasi
Apakah bapak ibu saudara masih merasa
diri berdosa? Sebagai pribadi, orangtua, pendidik, atau gembala, apakah saudara dan
saya masih melihat diri kita sebagai pribadi yang berdosa, sehingga perlu
datang kepada Allah dengan hati yang remuk disertai tangisan atau ratapan atau
berpuasa?
Sebagai
orangtua kita perlu berduka lebih banyak karena dosa yang kita lakukan kepada
anak-anak kita. Orangtua adalah teladan, namun jika orangtua tidak bisa menjadi
teladan – hidup dalam dosa, maka hal itu menjadi batu sandungan bagi anak-anak
kita. Tidak sedikit sikap dan perilaku orangtua membuat anak-anak mereka jauh
dari Tuhan.
Bapak ibu saudara yang
dikasihi Tuhan, mungkin baik jika kita punya waktu khusus untuk meratap atau
berpuasa secara pribadi maupun
sebagai komunitas orang percaya di keluarga maupun gereja. Waktu khusus untuk
menyatakan ekspresi yang kelihatan dari hati yang berdukacita
atas dosa kita secara pribadi.
Pemimpin
gereja juga harus berdukacita lebih banyak. Dari pimpinan gereja dibuat
berbagai keputusan dan kebijakan. Kebijakan dan keputusan pemimpin memengaruhi
kehidupan jemaat secara keseluruhan. Siapa yang menjamin pemimpin gereja tidak
mungkin salah mengambil keputusan?
Berdukacita: Karakter untuk
Hidup yang Bertumbuh dan Berbuah
Kebenaran yang kedua yang bisa kita
pelajari dari teks Alkitab yang kita baca adalah bahwa karakter berdukacita
karena dosa dapat membawa kita pada hidup yang bertumbuh dan berbuah.
Dalam buku Berkat dari Kerendahan Hati, dinyatakan bahwa salah satu tanda
seorang bertumbuh adalah adanya kepekaan dan kedukaan terhadap dosa yang terus
menguat.[9] Semakin
peka terhadap dosa, semakin berduka atas dosa, maka semakin bertumbuh dan
berbuah hidupnya di hadapan Tuhan.
Ada satu peristiwa unik yang terjadi
pada masa nabi Yoel. Peristiwa itu adalah serbuan belalang yang melahap habis
tanaman yang dilewatinya. Momen itu dipakai oleh Nabi Yoel menubuatkan
datangnya serbuan pasukan asing.[10] Akan
tetapi jika seluruh umat Tuhan datang dengan hati yang hancur, dengan menangis,
meratap dan berpuasa, maka Tuhan akan memulihkan keadaan mereka. Bukan hanya
itu, bahkan Allah membuat menjadi agen yang membawa keselamatan kepada
bangsa-bangsa lain.
Yoel 2:22-24 menyatakan bahwa tanah
gembalaan menghijau, pohon menghasilkan buahnya, tempat pengirikan penuh dengan
gandum, tempat pemerasan penuh dengan anggur. Ayat 32 menyatakan bahwa, “… di
Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan ….” Bagian ini menunjukkan bahwa ada
janji pemulihan, pertumbuhan dan buah yang dihasilkan ketika umat datang dalam
hancur hati dan dukacita karena dosa. Siapa yang mau bertumbuh dan berbuah di
dalam hidupnya? Maka berdukacitalah atas dosa.
Salah satu buah dari karakter berdukacita
adalah sirnanya sikap menghakimi. Dalam buku Berkat
sumber: www.ironstrikes.com/blog/mourn-for-sin
dari Kerendahan Hati dituliskan “Kita tidak bisa menghakimi
orang percaya lainnya atau bahkan orang tidak percaya, jika kita hancur dan
remuk hati akan dosa kita.”[11] Hal ini
sangat sejalan dengan apa yang dirasakan Paulus dalam surat-surat penggembalaan
yang ditulisnya. Dalam 1Kor. 15:9, ia mengatakan, “… aku adalah yang paling
hina dari semua rasul.” Beberapa waktu kemudian Paulus menulis surat Efesus
yang di dalamnya ia menyatakan bahwa dirinya adalah “yang paling hina di antara
segala orang kudus” (Ef. 3:8). Kemudian pada salah satu surat terakhirnya, ia menulis,
“Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang
ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah
yang paling berdosa” (1Tim. 1:15).
Semakin berdukacita
karena dosa, semakin merasa tidak layak dari orang lain, semakin rendah hati,
semakin bertumbuh dan semakin berbuah.
Aplikasi
Apakah bapak ibu saudara rindu hidup yang
dipulihkan, bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain? Mulailah dengan
karakter berdukacita.
Karakter
berdukacita membuat kita menjadi rendah hati untuk menerima kelemahan-kelemahan
kita. Rendah hati untuk mengakui bahwa kita manusia rapuh yang membutuhkan penghiburan
Allah dalam hidup kita.
Karakter berdukacita
membuat hidup kita tidak mampu menghakimi orang lain. Tanpa penghakiman, kita
diajak menjadi motivator dan penghibur bagi kelemahan orang lain. Sebagai
pribadi yang berdukacita atas dosa, kita melihat keberdosaan orang lain, bukan
untuk diabaikan, dihakimi, melainkan untuk diratapi dalam doa-doa kita. Demikianlah
kita menjadi berkat bagi sesama.
Saudara bisa melihat penjelasan saya perihal alasan mengapa dalam PL dan PB terdapat perbedaan perintah Allah berkenaan dengan makanan haram dan halal, disini.
Berikut ini diskusi saya (melalui email) dengan seorang bapak bernama HW menanggapi powerpoint saya tentang makanan Haram & Halal menurut Alkitab. Semoga menjadi berkat bagi pembaca.
HW :Selamat malam... Maaf mau
tanya, kita dari gereja mana?
Victor :Sekarang
bergereja di ***** (salah satu gereja di Banten).
HW: Apa itu **** (menyebutkan kembali gereja tempat saya
berbakti)?
Victor:Gereja **** jemaat **** (menjelaskan nama lengkap gereja)
sumber: amazingdiscoveries.org
HW:OhhhSaya baca td bahan khotbah tentang makanan haram....
mengatakan bahwa di dalam perjanjian baru makanan haram spt babi dan binatang
haram lainnya di perbolehkan.Saya mau tanya
pak.... Tuhan itu kan tidak berubah.... kenapa dlm perjanjian lama tdk boleh dan
perjanjian baru boleh. Kan di dlm perjanjian baru tdk ada yg mengatakan bahwa
babi atau binatang haram lain boleh di makan?
Victor: Terima kasih responsnya, Saya coba pakai analogi pisau untuk menjelaskan: Jika
seorang anak balita mencoba mengambil sebuah yang terletak di atas meja, maka
saya akan melarangnya. Atau menjauhkan pisau itu dari jangkauannya. Mengapa
karena saya tahu balita tersebut tidak mengerti apa yang bisa terjadi dgn pisau
di tangannya. TETAPI ketika bayi itu telah menjadi wanita dewasa dan
berusaha mengambil pisau tersebut, saya tidak akan menghalanginya.. mengapa?
Karena saya tahu bahwa dia telah mengerti bagaimana menggunakannya. Pertanyaannya..
apakah saya berubah sikap tentang pisau?
Firman Tuhan
hari ini atau khotbah hari ini diberi judul be real the real you.
Bagian ini mau mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kehidupan kita,
saudara dan saya, di dunia maya atau online. Untuk bisa beraktivitas di dunia
maya (dunia tidak riil) kita membutuhkan perangkat elektronik yang secara umum
disebut gadget. Gadget bisa merujuk pada smartphone, Tab, PC ataupun laptop, TV
dan Virtual Reality (VR) dan lain sebagainya.
Saya mengajak saudara melihat 1
video berikut
Video ini menggambarkan dampak atau akibat yang diderita oleh Sohu karena
terlalu terlalu banyak atau terlalu lama bermain game di Smartphonenya. Sohu
kecanduan game, bermain dari pagi hingga malam tanpa istirahat, kemudian
mengabaikan peringatan ibunya dan akhirnya terjadilah kebutaan tersebut. Menatap
layar gadget dalam batas normal berdasarkan penelitian tidak merusak mata. Yang
merusak mata adalah ketika itu melewati batas normal. Di saat mata seharusnya
beristirahat atau rileks kemudian dipaksa bekerja membuat mata menjadi lelah
dan dampaknya membuat gangguan penglihatan.
Kesehatan mata yang memburuk
merupakan salah satu saja dampak dari terlalu lama menggunakan gadget untuk
online, berinteraksi di sosial media ataupun untuk bermain game. Sebuah
penelitian menunjukkan fakta bahwa terlalu banyak menggunakan Smartphone atau
gadget terlalu lama membawa dampak negatif lain diantaranya tidak stabilnya
mood atau emosional seseorang; sangat mudah rasa cemas, marah, tidak bisa
bersabar. Selain itu, relasi sosial yang riil, yang nyata, dengan orang-orang
yang ada di sekitar menjadi terganggu. Bisa dengan orangtua atau keluarga, atau
teman-teman di sekitarnya. Cenderung menyendiri meski ada di tengah-tengah
sekelompok orang. Sulit berkomunikasi secara riil. Dan yang paling
mengkhawatirkan adalah hancurnya relasi dengan Tuhan: malas beribadah, malas
berdoa, malas baca Alkitab. Sehingga lahirlah generasi yang menolak Tuhan.
Saudara salahkah kita menggunakan
teknologi? kelirukah jika kita memanfaatkan gadget di dalam kehidupan kita? Apakah
contoh-contoh tadi mau menunjukkan bahwa kita tidak boleh bermain game atau
kita tidak boleh online? Tidak boleh menggunakan gadget?
Motivasi yang benar Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Kerajaan Allah
Saudara, teknologi yang kita miliki,
peralatan yang kita gunakan termasuk gadget, merupakan sesuatu yang bersifat
netral; yang membuatnya menjadi tidak netral adalah motivasi atau alasan kita
menggunakannya.
Dalam bagian yang kita baca kita
diperlihatkan dua motivasi yang tiap orang pasti miliki, sadar atau tidak,
sengaja atau tidak, ketika ia menggunakan atau melakukan apapun. Rasul Yohanes
mengingatkan jemaat pada saat itu untuk memperhatikan dua motivasi itu. Dua
motivasi itu adalah motivasi mengasihi dunia atau motivasi mengasihi Allah
Bapa. Ayat 15-17 seperti membandingkan dua motivasi ini. Mengasihi dunia atau
mengasihi Bapa (ay. 15); berasal dari dunia atau berasal dari Bapa (ay.16),
sedang lenyap atau hidup selama-lamanya (ay.17). Yohanes mengingatkan sebagai
orang percaya, maka jemaat seharusnya menolak motivasi keduniawian dan memilih
mengasihi Allah sebagai motivasinya.
Mengasihi dunia berarti mengikuti
keinginan daging atau dosa sedangkan mengasihi Allah berarti melakukan kehendak
Allah; mengasihi dunia berarti menuruti keinginan mata memuaskan keinginan mata
dan apa yang nampak, sedangkan mengasihi Allah berarti memperbaharui hati,
karakter dan kerohanian, yang tidak nampak; kasih kepada dunia membawa pada
keangkuhan hidup atau kesombongan diri, sedangkan kasih kepada Bapa membawa
pada peninggian Tuhan dalam kehidupan kita.
Dalam surat
Paulus kepada jemaat Korintus ada prinsip yang sangat cocok diterapkan pada
masa kini. 1Korintus 10:23, “"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar,
tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan."
Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” Pada masa itu orang berselisih
paham tentang makanan yang boleh dan tidak boleh. Paulus mengingatkan bukan
persoalan boleh tidak boleh, melainkan berguna atau tidak, membangun atau
tidak.
Sesuatu yang
sesuai kehendak Allah adalah sesuatu yang berguna: bagi diri sendiri-bagi
sesama-bagi Kerajaan Allah. Aktivitas yang mengasihi Allah adalah aktivitas
yang membangun: relasi diri sendiri-relasi dengan sesama-relasi dengan Allah.
Prinsip Berguna
dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan ala Paulus ini juga berlaku dalam penggunaan
teknologi dan di dunia maya. Artinya silahkan beraktivitas di dunia maya,
silahkan menggunakan gadget sejauh itu Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan.
Namun ketika aktivitas itu merusak diri, mengganggu relasi dengan orang lain,
membuat ibadah dan relasi dengan Allah diabaikan, maka itu sudah tidak lagi
mengasihi Allah, melainkan keduniawian.
Ilustrasi
sumber: medium.com
Bagan 1: Jika media sosial menjadikan kita anti sosial dan kehilangan kehangatan komunikasi secara nyata, maka itu tidak lagi Berguna dan Membangun: Diri-Sesama-Tuhan.
sumber: utdmercury.com
Bagan 2: Sebuah survey yang dilakukan di Australia, menunjukkan fakta berikut.
Aplikasi
Saudara yang dikasihi oleh Tuhan, mari
sejenak merenungkan kembali. Selama ini ketika engkau berinteraksi dengan
smartphonemu, atau ketika kamu online,
ketika bermain games; seberapa berguna itu bagi dirimu-sesama dan Allah? Apakah itu mengganggu studimu? apakah itu
menyita waktu istirahatmu? apakah itu mengganggu waktumu berelasi dengan orang
tua? apakah itu membuat emosi mau tidak stabil apakah itu membuat kamu mudah
marah, mudah tersinggung? apakah itu membuat kamu malas beribadah, berdoa baca
Alkitab?
Atau sebaliknya ketika kamu
menggunakan Smartphonemu belajar firman Tuhan, kamu cari kebenaran? Apakah aktivitasmu di
dunia maya mendukungmu dalam membangun kehidupan rekanmu, menjadi berkat bagi
orang lain? kamu bukan hanya jadi konsumen dari segala hal yang ada di dunia
maya tapi kamu juga produsen menghasilkan konten-konten yang kreatif dan positif?
Apakah postingan dan tulisan-tulisanmu menolong orang semakin dekat dengan
Tuhan? apakah penggunaan gadget atau juga komputer atau juga smartphonemu
membuat relasi dengan orangtua menjadi lebih baik? kamu bisa menunjukkan
perhatian kepada mereka dengan menggunakan semua itu. Kamu bisa memakai itu
untuk mengenang momen-momen dengan orang-orang di sekitarmu.
Saudara-saudara kita sebagai orang
percaya dipanggil untuk memiliki motivasi yang benar, yaitu motivasi yang
mengasihi Allah dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi yang berkembang
saat ini;
Bacaan kita menunjukkan
bahwa kedewasaan karakter Kristen bisa saja dimiliki oleh orang yang secara
usia relatif lebih muda. Yang menjadi ironi, terkadang kedewasaan karakter
justru tidak terlihat dari orang yang secara usia lebih tua.
Bagaimana memiliki
kedewasaan karakter?
Penentu kedewasaan karakter Kristiani
Dalam perikop yang kita
baca, penulis kitab Samuel ingin membandingkan dua figur, yaitu figure
anak-anak Eli dan figure Samuel. Ada seorang penafsir yang memberikan judul
pada perikop ini, bad boy and good boy.
Figur anak-anak Eli bernama Hofni dan Pinehas, sebagai figur Bad Boys, di ayat 12-17 dinyatakan
sebagai orang-orang dursila. Dursila kalau dalam Alkitab bahasa Inggris disebut
good for nothing. Suatu figur
seseorang yang tidak ada baiknya, tidak ada kebaikan di dalam dirinya.
Anak-anak Eli digambarkan sebagai figur yang serakah, yang mengambil apa
yang bukan menjadi hak mereka. Di dalam Imamat 7:34 dinyatakan, “karena dada
persembahan unjukan dan paha persembahan khusus telah Kuambil dari orang Israel
dari segala korban keselamatan mereka dan telah kuberikan kepada Imam Harun,
dan kepada anak-anaknya; itulah suatu ketetapan yang berlaku bagi orang Israel
untuk selamanya.” Berdasarkan ketetapan Tuhan, bagian mereka seharusnya dada
dan paha dari hewan korban persembahan, tapi yang mereka lakukan justru
berbeda. Mereka mengambil segala yang ditarik dengan garpu
bergigi tiga. Bahkan di ayat 16 mereka juga mengambil lemak. Lemak adalah
bagian dari kurban sembelihan yang hanya diperuntukkan bagi Tuhan.
Kejahatan lainnya, di ayat 22 adalah mempraktekkan perzinahan, yang menjadi
kebiasaan penyembahan berhala, dalam ritual ibadah di Kemah Pertemuan (atau
Bait Allah pada masa itu). Mereka sesungguhnya sudah diperingatkan oleh
orang-orang termasuk ayah mereka sendiri, tetapi mereka tidak peduli (ay.25). Kisah
selanjutnya Allah menghukum mati anak-anak Eli.
Lain halnya dengan the good boy,
Samuel. Samuel yang jauh lebih muda dari anak-anak Eli. Samuel melayani Tuhan
dengan baik dalam pengawasan Eli. Di usia yang masih anak-anak, sebagai
penolong imam Eli, Samuel sangat memperhatikan pelayanan dengan baik. Ayat 18
dinyatakan bahwa Samuel memakai baju Efod. Peraturan ini merupakan ketentuan
atau peraturan yang harus dilakukan bagi para imam pelayan di Kemah Pertemuan.
Kerelaan dan perhatian Samuel dalam melayani mendatangkan berkat bagi
keluarganya. Allah mengaruniakan anak laki laki dan perempuan bagi orangtua
Samuel. Perikop ini yang kita baca ditutup dengan Samuel yang bertumbuh dan
makin disukai Allah dan manusia.
Samuel menaati dengan baik peraturan bagi para imam yang melayani,
sedangkan anak-anak Eli mengabaikannya. Pelayanan Samuel menjadi yang disukai
Allah dan manusia, sedangkan anak-anak Eli dikeluhkan oleh orang banyak dan
juga ayah mereka. Ketaatan Samuel menghadirkan berkat bagi keluarganya, sedangkan
anak-anak Eli menyusahkan orangtuanya.
Saudara-saudara apa yang menjadi penentu kedewasaan karakter Samuel, diusia
yang masih sangat muda? Dan mengapa ia begitu berbeda dengan Hofni dan Pinehas,
yang secara usia jauh lebih tua? Jawabannya ditemukan dalam sebuah frasa “di
hadapan Tuhan.” Sebuah frasa yang sangat penting dalam kitab Samuel secara umum
dan secara khusus dalam perikop yang kita baca, yaitu “di hadapan TUHAN.” Frasa
ini diulang lebih dari 30 kali di dalam Kitab 1 Samuel dan 2 Samuel. Secara
khusus di dalam perikop yang kita baca frasa ini diulang sebanyak 4 kali yaitu
di ayat 17 18 21 dan 26.
Mengapa Samuel memiliki kedewasaan karakter Kristiani? Karena ia senantiasa
menyadari bahwa hidupnya ada di hadapan Tuhan. Kesadaran bahwa hidup terbuka di
hadapan Tuhan ini, dibangun dari pengenalan akan Kemahatahuan dan kemahahadiran
Allah.
Kehidupan yang terbuka di hadapan Tuhan juga digambarkan dengan jelas dalam
Mazmur 139:1-12. Mari kita baca Mazmur ini bersama-sama. Tuhan tahu kita duduk
atau berdiri, berjalan atau berbaring. Tuhan tahu pikiran ataupun perkataan
kita. Tuhan melihat, memperhatikan dan akan mengevaluasi kehidupan kita. Tidak
ada tempat yang tersembunyi dari Allah, bahkan di dunia orang mati pun Tuhan
ada.
Seorang yang memiliki kedewasaan karakter Kristiani adalah seorang yang
senantiasa melihat hidupnya berada dan terbuka di hadapan Tuhan.
Salah satu kesia-siaan dalam kehidupan adalah kesendirian. Hidup tanpa kerabat, sahabat atau teman merupakan kehidupan yang hampa. Seseorang dapat saja berkata bahwa ia tidak membutuhkan orang lain, atau ia dapat bertahan hidup hanya dengan dirinya sendiri - tanpa orang lain; namun pada kenyataannya, itu merupakan pemikiran yang bodoh. Kesia-siaan lainnya adalah memiliki rekan dalam hidupnya, tetapi bukan rekan yang membawanya pada kebaikan, melainkan kepada kehancuran.
Sumber: www.istockphoto.com
Penulis kitab Pengkhotbah mengajak kita melihat lebih dalam arti kebersamaan yang membangun. Kenikmatan hasil jerih payah menjadi bernilai bila dikecap dalam kebersamaan, bukan dalam kesendirian (ay.7-8). Hasil kerja dua orang lebih baik dari hasil kerja satu orang (ay.9). Dalam kebersamaan, jika seorang tersandung, maka ada orang lain yang dapat menolongnya bangkit; jika ia jatuh ke dalam dosa, maka ada orang lain yang membimbingnya dengan lemah lembut; jika ia menghadapi masalah, maka ada orang lain yang menghibur dan menolongnya (ay.10-12).
Pesan Pengkhotbah ini mengingatkan kita bagaimana Allah memandang keberadaan manusia pada awal penciptaan manusia. Allah memandang tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja, karena itu Allah menciptakan penolong yang sepadan dengan dia (Kej.2:18,20). Sejak semula Allah menciptakan manusia dalam kebersamaan yang saling menopang. Kebersamaan tersebut bisa ditemukan dalam relasi penikahan ataupun relasi persahabatan. Kebersamaan yang saling menopang, menolong, menguatkan, menghibur dan membawa kehidupan tiap-tiap pribadi memuliakan Allah dalam hidupnya.
Apakah hidup anda dalam kesendiriaan yang sia-sia? Apakah anda mempunyai pasangan, sahabat atau teman yang dapat menolongmu makin bertumbuh dalam Tuhan?
Perbuatan baik adalah bukti (yang kelihatan) dari iman (yang tidak kelihatan) kepada Kristus. Kita berbuat baik bukan supaya kita diselamatkan dari penghukuman, melainkan karena kita sudah diselamatkan (Flp. 2:10). Hidup orang Kristen yang tidak mampu menampilkan kebaikan merupakan bukti kepalsuan dan kesemuan imannya (Yak. 2:17). Selain itu, perbuatan baik merupakan magnet yang kuat yang menarik orang lain untuk datang kepada Kristus. Kebaikan yang dilakukan orang Kristen membawa orang lain datang dan memuliakan Allah (Mat.5:16). Karena hari kedatangan Kristus yang kedua kalinya sudah dekat, Paulus mengingatkan jemaat Filipi untuk menampilkan hidup yang limpah dengan kebaikan demi menarik orang datang kepada Allah (Flp.4:5).
Sumber: visitccc.com
Oleh karena itu, perbuatan baik mempunyai dua implikasi dalam kehidupan orang Kristen: pertama, sebagai buah dari karya keselamatan yang Allah kerjakan dalam hidup orang Kristen; kedua, sebagai magnet untuk menarik lebih banyak orang datang kepada Kristus. Dengan demikian, seorang Kristen sejati seharusnya terbukti baik dalam kehidupan kesehariannya.
Sebagai siswa Kristen anda dipanggil untuk terbukti baik di tengah pergaulan. Siswa Kristen diajak untuk menampilkan kebaikan sebagai buah dari karya keselamatan sekaligus sebagai upaya menjangkau rekan-rekan mereka bagi Kristus.
Apakah kebaikan hatimu diketahui orang lain? Berapa banyak orang yang memuliakan Allah karena melihat kebaikanmu? Mari membuktikan keselamatan kita dan sekagus menjangkau sesama bagi Allah melalui kebaikan yang nampak.
Kata-kata atau perkataan mampu menyingkapkan jati diri orang yang
mengucapkannya. Fakta ini terlihat dengan jelas pada ayat kedua dari Amsal 15.
Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan,
mulutorang bodohmencurahkan kebodohan.
sumber: shop.quirky.com
Kata-kata yang berisi pengetahuan
juga merujuk pada perkataan yang berisi kebenaran, nasihat, atau penghiburan
yang tentunya akan membawa manfaat dan membangun orang lain. Perkataan yang
demikian merupakan ekspresi dari hati yang murni, peduli dan penuh kasih. Lidah
yang mengucapkan kata-kata tersebut hanya mungkin dimiliki oleh seorang yang
disebut “bijak”. Kebijaksanaan serupa yang dimiliki oleh orang seperti Salomo
(1Raj.5:12) atau Daniel (Yeh. 28:3).
Sedangkan kata kata yang mencurahkan kebodohan merujuk
pada perkataan yang berisi omong kosong, perundungan, kebohongan, kesombongan,
sumpah serapah, atau percabulan. Perkataan yang demikian bertujuan merendahkan,
mendukakan hati dan mengganggu orang lain. Mulut orang yang mengucapkan hal-hal
tersebut merupakan “orang bodoh,” yang bisa bermakna “impious,” tidak
beriman atau tidak bermoral. Orang yang tidak mengenal Tuhan dan tidak memiliki
moralitas yang benar, maka akan mengeluarkan perkataan yang bertujuan
menghancurkan sesama orang lain.
Apakah anda orang bijak atau orang bodoh? Cerminannya
bisa terlihat dari perkataan yang keluar dari mulut anda. Kata katamu
mencerminkan siapa dirimu sesungguhnya. Apakah lidahmu mengucapkan pengetahuan
atau kebodohan? apakah mulutmu memotivasi atau merendahkan sesama?
Kota Tesalonika merupakan kota terbesar di wilayah Makedonia, sekaligus
menjadi ibukota provinsi tersebut. Kota ini merupakan kota pelabuhan yang
menjadi pusat perdagangan dan komunikasi dan informasi. Kondisi ini menjadikan
Tesalonika menjadi tempat persinggahan bahkan menjadi tujuan dari berbagai
latar belakang bangsa dan kebudayaan.
Dengan posisi yang demikian strategis, salah satu tantangan sekaligus juga
ancaman bagi kehidupan masyarakat, khususnya gereja, pada saat itu adalah
melimpahnya informasi. Informasi yang melimpah bisa memberikan kesempatan yang
juga melimpah bagi pengembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan spiritualitas
masyarakat. Namun disisi lain limpahan informasi dapat membawa petaka tatkala
tidak mampu membedakan mana informasi yang benar dan yang salah. Untuk alasan
inilah Paulus menasehati jemaat di Tesalonika untuk menguji segala sesuatu dan
memegang apa yang baik dan menjauhi yang jahat (ay. 21-22).
sumber: techtalk.gfi.com
Informasi yang kita miliki pada masa kini dengan dukungan teknologi
internet menjadi lebih melimpah lagi. Persoalannya masih sama yaitu informasi
yang benar dan yang salah berbaur menjadi satu. Nasihat Paulus kepada jemaat
Tesalonika menjadi sangat relevan di zaman informasi saat ini. Kita perlu
menguji apakah suatu informasi itu benar atau salah. Sayangnya ephoria limpahan
informasi membuat kita ingin cepat dan pertama membagikan informasi, sehingga
tidak ada waktu untuk menguji apakah suatu informasi itu benar atau salah.
Terlalu cepat membuat kita kurang cermat. Moto “saring sebelum sharing”
seharusnya menjadi moto generasi yang hidup di zaman ini. Jika tidak, maka kita
akan menjadi orang-orang yang gagal bertahan di zaman ini karena tenggelam oleh
lautan informasi. Karena itu, marilah kita menjadi orang yang bijaksana yang
punya waktu untuk menguji informasi sehingga tahu informasi yang benar dan yang
salah, memegang yang benar dan menjauhi yang salah.
Renungkan apa dampaknya bagimu dan bagi orang lain jika menerima dan
meneruskan informasi yang salah?
Bagi orang Israel ada beberapa hal yang
menunjukkan identitas mereka. Yang pertama adalah tanah (land). Ini
tidak lain adalah tanah perjanjian, tanah Kanaan, wilayah kekuasaan Israel
khususnya pada masa pemerintahan raja Daud. Yang kedua adalah suku bangsa
(Tribe). Ini merujuk pada keturunan dua belas suku Israel. Ada kebanggaan
tersendiri jika mereka memiliki darah Ibrani asli. Yang ketiga adalah Taurat
(Torah). Yang merujuk pada Kitab Taurat dan kitab para nabi. Orang Israel
sangat menghargai Kitab Taurat. Yang keempat yang secara khusus hari ini
kita pelajari yaitu bait Allah (Temple). Dari Temple ini yang tersisa saat
ini adalah salah satu sisi tembok yang disebut tembok Ratapan. Jadi jika
diringkas identitasnya jadi 4T: Tanah, Tribe, Torah, Temple.
Bagi orang Kristen keempat hal ini juga
penting saat ini tanah bagi kita bukanlah tanah yang berada di wilayah Palestina
saat ini melainkan Kerajaan Allah surga, kita adalah keturunan Israel bukan
secara fisik tetapi secara rohani, kita mewarisi Iman Abraham Ishak dan Yakub,
Torah bagi kita bukan hanya Kitab Taurat dan kitab para nabi melainkan termasuk
di dalamnya Injil sebagai penggenapan segala nubuat di dalam Kitab Taurat dan
kitab para nabi: bukan hanya Perjanjian Lama tetapi juga Perjanjian Baru, bait
Allah bagi kita bukanlah lagi merujuk pada bait Allah yang didirikan pada zaman
Salomo, Zerubabel, atau Herodes, melainkan gereja sebagai bait Allah dan diri
pribadi sebagai bait Roh Kudus.
Pemurnian
Gereja Sebagai Bait Allah
sumber: google picture
Dalam renungan ini, kita membahas secara
khusus tentang Temple atau Bait Allah. Dalam bagian yang kita baca
adalah penyimpangan penggunaan bait Allah dan hal ini yang Yesus coba murnikan
atau bersihkan. Di ayat 13 dinyatakan bahwa bait Allah yang seharusnya menjadi
rumah doa telah menjadi Sarang Penyamun. “Penyamun” adalah perampok keji yang
merampok dengan kasar dan bengis bahkan tidak jarang mencoba menghabisi nyawa
orang yang dirampoknya. Istilah Penyamun juga dipakai dalam perumpamaan tentang
orang Samaria yang baik hati Lukas 10:25-37. Di mana ada seseorang yang
dirampok habis-habisan dan bahkan dipukuli hingga hampir mati. Mengapa Tuhan
Yesus menggunakan kata yang keras ketika yang menegur orang-orang yang
berdagang pada saat itu?
Penyebab pertama adalah
karena orang yang berdagang pada saat itu mengambil keuntungan yang tidak wajar
dari orang-orang yang datang beribadah. Ada dua pedagang yang disebutkan dalam
bagian yang kita baca di ayat 12 yaitu penukaran uang dan pedagang merpati.
Penukar uang diperlukan karena uang yang beredar di
masyarakat merupakan uang yang diterbitkan oleh kekasaran Romawi ataupun
pemerintahan provinsi yang memerintah saat itu. Uang tersebut menurut peraturan bait
Allah adalah uang-uang yang tidak Kudus atau haram. Semua yang haram itu, tidak
Kudus jadi tidak boleh masuk ke dalam bait Allah. Uang-uang tersebut yakni uang
Yunani atau uang Romawi harus ditukar menjadi uang Ibrani atau uang Yahudi.
Kebutuhan akan hal ini dimanfaatkan oleh para penukar uang untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya, kursnya dibuat lebih besar. inilah perampokan Ekonomi.
Selain itu ada juga pedagang merpati. kalau kita
bandingkan dengan Kitab Injil lain kita akan menemukan bahwa bukan cuman
merpati yang diperdagangkan tetapi ada hewan-hewan yang lain juga. para
pedagang menjual hewan ini dengan harga yang lebih mahal. mereka menyasar
perantau, yaitu orang-orang Israel yang hidup di perantauan yang datang dari
berbagai daerah asal mereka untuk datang ke bait Allah untuk beribadah secara
khusus membawa persembahan berupa korban hewan. burung Merpati merupakan kurban persembahan hewab yang paling murah. Hewan ini dipersembahkan oleh orang sederhana atau orang miskin. Penyebutan pedagang Merpati ingin menekankan bahwa perampokan ekonomi juga bahwa dilakukan terhadap orang yang miskin sekalipun. ini perampokan ekonomi yang sangat parah.
Penyebab Kedua. Mengapa
Yesus begitu keras terhadap para pedagang ini karena mereka melakukan transaksi
tersebut di area pelataran Bait Suci, halaman Bait Suci di mana tempat itu
diperuntukan bagi orang-orang asing atau orang-orang non-yahudi yang ingin
datang berdoa kepada Allah. Ini merupakan perampasan, atau pembatasan, atau
pengabaian terhadap orang-orang asing atau non yahudi, yang rindu yang membutuhkan Allah dalam hidup
mereka. Jika bagian yang pertama adalah perampokan ekonomi maka perampokan yang
kedua adalah perampokan rohani.
Sumber: sarapanpagi.org
Tempat yang harusnya menjadi sumber kekudusan menjadi
tempat pemerasan. Tempat yang harusnya membuka kesempatan bagi orang mengenal
Allah menjadi tempat di mana orang dihalang-halangi berjumpa dengan Tuhan.
Untuk alasan inilah Yesus menjadi begitu marah. dan menyebut para pedagang ini sebagai para penyamun.
Bagi kita masa kini, bagaimana? Jika Yesus memurnikan Gereja saat ini maka dua hal
yang iya akan koreksi adalah bagaimana perspektif gereja terhadap uang dan bagaimana gereja memberi ruang bagi orang lain atau jemaat untuk semakin mengenal Allah. Saya pernah
mengikuti persidangan tahunan di suatu gereja. Persidangan tahunan inilah yang
menentukan Bagaimana gereja tersebut akan berjalan 1 tahun ke depan. Ironisnya
pembahasan terbesar, terlama, terdalam yang dibahas adalah berkaitan dengan
uang. Meskipun ada program penginjilan, ada program pelayanan, ada program
pembinaan dan lain sebagainya, yang dibahas paling banyak paling lama paling
dalam adalah berapa uang yang akan keluar berapa uang yang akan masuk berapa
saldonya.
Hati gereja mungkin sudah terpaku semata-mata pada
uang bukan lagi memikirkan kualitas penginjilan, efektivitas pembinaan,
totalitas pelayanan. Jika demikian, gereja harus berhati-hati dalam hal ini.
Gereja harus betul-betul memikirkan bagaimana pemahaman pengenalan Jemaat akan
firman Tuhan bertumbuh. Jangan hanya memikirkan pendapatan, pengeluaran dan
saldo.
Maukah gereja kita dibersihkan dari pola
pikir yang berpusat pada uang menjadi gereja yang berpusat pada pertumbuhan
Iman Jemaat? Para Majelis, hamba tuhan pengurus komisi Mari memikirkan lebih
banyak penginjilan pembinaan pemuridan. Mari mengevaluasi bukan hanya keuangan
tetapi juga berapa jiwa yang sudah kenal Injil berapa jemaat yang sudah
dimuridkan Apakah pembinaan makin mengenalkan Jemaat akan Tuhan. Jika itu yang
menjadi perhatian utama gereja maka Tuhan akan tambahkan yang lainnya.
Pemurnian
pribadi jemaat sebagai bait Allah
Bagian kedua yang tidak kalah pentingnya
jika berbicara tentang penyucian bait Allah, bukan hanya gereja sebagai bait
Allah tetapi juga pribadi Jemaat sebagai bait Allah. Di dalam 1 Korintus pasal
3 ayat 16-17 dinyatakan, “tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan
bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? .... Sebab bait Allah adalah Kudus dan bait
Allah itu ialah kamu.” Yesus akan membersihkan bukan hanya gereja sebagai
satu institusi atau komunitas tetapi juga pribadi orang percaya sebagai bait
Tuhan.
1 Tim. 6:10 menyatakan, “karena Akar segala kejahatan
ialah cinta uang. Sebab boleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang
dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” 2 Tim. 3:2 menyatakan, “manusia akan mencintai dirinya
sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri,
mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua Dan
tidak tahu berterima kasih, tidak memperdulikan agama,”
sumber: christianpost.com
Apakah anda memberi ruang bagi
diri anda untuk berjumpa dengan Tuhan atau hanya mengejar materi semata? Apakah
anda memberi ruang memberi kesempatan bagi anak-anak dalam keluarga untuk
berjumpa dengan Tuhan melalui hidup anda, atau justru mengajarkan kepada mereka
pola hidup yang materialis? Yesus rindu menyucikan bait-Nya, yaitu hidup kita.
Mari kita singkirkan pemikiran yang semata-mata memikirkan uang, Mari kita
jungkir-balikkan sikap-sikap yang menutup kesempatan bagi hati kita untuk
mengenal Tuhan lebih dekat. Mari kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan pada waktunya.